tag:blogger.com,1999:blog-60543284494907759162024-02-07T18:18:21.885-08:00Forum Purna Paskibraka IndonesiaAdminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.comBlogger11125tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-79667274598260008442011-12-07T08:51:00.000-08:002011-12-07T09:27:30.718-08:00In Memoriam Sinyo Mokodompit<div align="justify"><span a="" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmrlivSuKI1Ta0K-y7inuUFV5OLCxOqsiS7Nldtbycej0oLV4khtcOopGdJDe32lEvXaM2GyhhwuPGB55NfmYx3douSMJXObSVTpQOlVsqjK3sFWzQ3PuRPjqHD_-Yzi-UeABthyphenhyphenhFYcg/s1600/Sinyo+for+Blog.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 270px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmrlivSuKI1Ta0K-y7inuUFV5OLCxOqsiS7Nldtbycej0oLV4khtcOopGdJDe32lEvXaM2GyhhwuPGB55NfmYx3douSMJXObSVTpQOlVsqjK3sFWzQ3PuRPjqHD_-Yzi-UeABthyphenhyphenhFYcg/s400/Sinyo+for+Blog.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5683434458082680642" style="font-size:85%;" /><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p align="justify"><span a="" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmrlivSuKI1Ta0K-y7inuUFV5OLCxOqsiS7Nldtbycej0oLV4khtcOopGdJDe32lEvXaM2GyhhwuPGB55NfmYx3douSMJXObSVTpQOlVsqjK3sFWzQ3PuRPjqHD_-Yzi-UeABthyphenhyphenhFYcg/s1600/Sinyo+for+Blog.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"></span> <span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Selama 33 tahun, memang tak banyak kenangan yang bisa aku catat dari seorang Sinyo Mokodompit. Maklum, kalau tak salah, sama dengan teman-teman yang lain, tak satu pun yang pernah bertemu muka dengannya setelah usai Latihan Paskibraka Nasional 1978. Beberapa di antaranya pernah berkomunikasi lewat telepon atau SMS, atau sekadar chatting dan bertukar komentar lewat Facebook. Sampai tiba-tiba, Senin 5 Desember 2011, anak sulung Sinyo, Inez, mengirim kabar bahwa ayahnya telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada hari itu pukul 08.40 WIB. </span></span><i style="mso-bidi-font-style:normal"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Inna lillahi wainna ilaihi raajiuun...</span></span></i> <span a="" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmrlivSuKI1Ta0K-y7inuUFV5OLCxOqsiS7Nldtbycej0oLV4khtcOopGdJDe32lEvXaM2GyhhwuPGB55NfmYx3douSMJXObSVTpQOlVsqjK3sFWzQ3PuRPjqHD_-Yzi-UeABthyphenhyphenhFYcg/s1600/Sinyo+for+Blog.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><br /></span></p><p align="justify"><span a="" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmrlivSuKI1Ta0K-y7inuUFV5OLCxOqsiS7Nldtbycej0oLV4khtcOopGdJDe32lEvXaM2GyhhwuPGB55NfmYx3douSMJXObSVTpQOlVsqjK3sFWzQ3PuRPjqHD_-Yzi-UeABthyphenhyphenhFYcg/s1600/Sinyo+for+Blog.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Kekagetanku tentu saja wajar, apalagi 10 hari kemudian</span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">ia baru saja akan memperingati ulangtahun yang ke 52. Sebuah usia yang </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">— katakanlah — masih belum cukup tua untuk meninggalkan dunia. Sebuah usia yang biasanya menjadi puncak kehidupan seorang manusia. Tapi, kuasa Ilahi mengatakan lain, karena mungkin menganggap lebih baik Sinyo dipanggil sekarang. </span></span><i style="mso-bidi-font-style:normal"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Wallahu a’lam</span></span></i><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">, semoga arwahnya diterima di sisi Allah dengan tenang dan tenteram.</span></span></p><p align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sejak 1991, Paskibraka78 memang telah melacak kembali seluruh anggotanya dengan berbagai cara. Salah satunya, menerbitkan buletin lalu mengirimkannya ke alamat “dahulu kala”. Dari upaya itu, pada Reuni Pertama 1994, telah berhasil ditemukan 30 orang lebih dan 21 di antaranya telah datang, berkumpul kembali di Jakarta. Tapi tidak termasuk Sinyo. Aku pun tak tahu, di mana dia saat itu.</span></span></p><p align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sinyo baru “tertangkap” lagi sebagai warga Paskibraka78 yang tadinya hilang pada tahun 2007, ketika </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">23 Juli 2007 pukul 10.40 WIB, HP-ku berdering. Suaranya yang besar menggelegar serta merta membuatku segera mengenalinya. ”Masih ingat kan? Di sebelah kanan ada Gde, di kiri ada kamu, yang di tengah siapa?” tanyanya sambil cuap-cuap soal posisi kami di Kelompok 8.</span></span></p><p align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">“Limapuluh empat orang aku masih hafal posisinya dalam formasi, Bung. Mana mungkin orang lain, ya si Sinyo jelek itulah,” </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">jawabku untuk membuatnya senang.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBDGQFW1i7YXWYgYA8eiuoDXh7G27pRSEaRKKMKyuR9z29EEPeP32G0ifFBqMHPx8qPcwk_MKw5jzs9h3jdYBemi70-pLoyBPpspEBwesPvPrj09CR7rayh5rBfQFOrowakMtynSQixI/s1600/Pengibaran+Sore.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 239px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBDGQFW1i7YXWYgYA8eiuoDXh7G27pRSEaRKKMKyuR9z29EEPeP32G0ifFBqMHPx8qPcwk_MKw5jzs9h3jdYBemi70-pLoyBPpspEBwesPvPrj09CR7rayh5rBfQFOrowakMtynSQixI/s400/Pengibaran+Sore.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5683433882144236642" /></a></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sinyo memang memilih aku untuk dihubunginya pertama kali, mengingat kedekatan kami di dalam pasukan. Dia khawatir kalau-kalau teman yang lain lupa padanya. Padahal, siapa tidak bakal bisa lupa pada teman seangkatannya dalam Latihan Paskibraka.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Begitulah, pagi itu ia melaporkan melaporkan keberadaan dirinya selama 29 tahun tidak berkomunikasi (dia mengaku tidak hilang). Dulu sekali, tahun 1993, ia mengaku pernah menerima buletin, tapi dia belum sempat membalas dengan surat, atau telepon. “Begitulah, Pul. Memang ada waktunya kita tidak bisa menjawab ketika disapa teman,” katanya membuat aku penuh tanda tanya.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Ketika beberapa waktu kemudian Sinyo mengirimkan surat berisi berlembar-lembar tulisan dan biodata, aku baru tahu berada di mana ia saat teman-teman 78</span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">reuni. Alkisah, ia melanjutkan kuliahnya di Makassar seusai SMA. Setelah tamat, ia kembali ke kotanya, Toli-toli, dan menjadi pengacara. ”T api cuma</span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><i style="mso-bidi-font-style:normal"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">lawyer</span></span></i><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">di kota kecil, jadi bukan orang kaya,” katanya tergelak. </span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dan, dalam biodata terkuak bahwa ketika teman-teman Paskibraka78 lain sibuk saling melacak, Sinyo justru sibuk melacak “pekerjaan” alias “job hunter” sebelum akhirnya benar-benar menjadi pengacara pada tahun 1993.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sinyo lalu bilang, di tahun 2000-an ia pernah (bukan sering) beberapa kali ke Jakarta untuk urusan pekerjaan, tapi tidak tahu akan mencari siapa temannya yang bisa dihubungi. Barangkali dia lupa kalau saat itu masih ada PGM yang bisa ditanyai soal keberadaan teman-temannya, karena sejak 1990, beberapa Purna Paskibraka 78 sudah mulai “bergerak” di Jakarta. Setelah memutuskan telepon denganku, hari itu ia pun mulai mengabsen teman-teman lain: Tatiana, Budihardjo, Sonny, Chelly, Saras, dst, dst.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Semenjak itu, komunikasi dengan Sinyo terus berlangsung, sebagaimana juga antar teman-teman 78 lain yang sudah diketahui alamatnya, atau nomor telepon, HP, dan account Facebook-nya. Terakhir, ketika Paskibraka78 akan mengadakan Reuni ke-4 di Yogyakarta (25-27 November 2011), ia masih dihubungi untuk diajak ikut berkumpul. </span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Saras, yang paling getol menghubunginya mengaku terkejut, ketika di-SMS untuk menyaksikan siaran Trans TV </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">—yang kebetulan sekilas menampilkan Reuni Paskibraka 78— yang menjawab SMS justru anaknya, Inez, yang menyebutkan ayahnya sudah tiada. </span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Terlihat begitu gagah dalam album foto-fotonya di Facebook,</span></span><a href="http://www.facebook.com/cippemodehh?sk=photos"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> Sinyo</span></span></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> diketahui mengalami gagal ginjal sejak bulan Maret 2011. Manurut Saras, sejak itu ia sering masuk-keluar rumah sakit. Dan terakhir, masuk rumah sakit lagi selama satu bulan dan tidak keluar lagi sampai meninggal dunia.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dalam catatan karirnya, selain sebagai pengacara, Sinyo juga menjadi Dosen (sejak 1999), bahkan Pembantu Rektor di Universitas Madako Toli-toli. Dalam kiprahnya di bidang hukum, ia pun tercatat sebagai staf ahli di DPRD Kabupaten Toli-toli (sejak 2001), dan konsultan hukum Setda Kab. Toli-toli (sejak 2005). </span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Dalam kegiatan organisasi, ia pernah menjadi </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pengurus PMII Cab. Makasar (1980-1989), Pengurus PDI Makasar (1982-1990), Pengurus PDI Toli-toli (1991-1996), Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Cabang Toli-toli (1992-2007), dan Sekretaris DPC Partai Demokrat Toli-toli </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">(sejak 2006-2011).</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt" align="justify"> <p class="MsoNormal" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">BIODATA</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Nama : </span></span><a href="http://www.facebook.com/cippemodehh?ref=ts&sk=wall"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Sinyo Mokodompit, SH, MH</span></span></a></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:157.3pt;text-align:justify;text-indent: -157.3pt;tab-stops:147.4pt 157.3pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Lahir </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Belang (Minahasa), 15 Desember 1959</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:157.3pt;text-align:justify;text-indent: -157.3pt;tab-stops:147.4pt 157.3pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Agama</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Islam</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:157.3pt;text-align:justify;text-indent: -157.3pt;tab-stops:147.4pt 157.3pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Rumah</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Jl. Magamu 99A Toli-toli 94514, Telp. 0453-23090, HP. 081354476567 - 085241176666.</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:157.3pt;text-align:justify;text-indent: -157.3pt;tab-stops:147.4pt 157.3pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pakerjaan/Jabatan </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Advokat-Kons. Hukum/Dosen</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:157.3pt;text-align:justify;text-indent: -157.3pt;tab-stops:147.4pt 157.3pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Kantor </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: LBH Univ. Madako, Jl. Madako No. 1 Toli-toli. Telp. 0453-21582</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><br /><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiAiifq7gNC4QJGJ6BBueZVbHwX_LbBIK1QZSrddqLUFrAnxoTVMH9TKuZXTg2oZ-jrJoMxoA6LhBRUKXsc7kvL896QBlz6gkwhijx6H401SdzL1rQcvqkUI_IL6Vx9CFtxUV4xgU2S0s/s1600/Sinyo+%2526+Family.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 227px; height: 157px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiAiifq7gNC4QJGJ6BBueZVbHwX_LbBIK1QZSrddqLUFrAnxoTVMH9TKuZXTg2oZ-jrJoMxoA6LhBRUKXsc7kvL896QBlz6gkwhijx6H401SdzL1rQcvqkUI_IL6Vx9CFtxUV4xgU2S0s/s400/Sinyo+%2526+Family.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5683435903215210802" /></a></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Nama Istri </span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: </span></span><a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=1807251730&ref=ffl"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Ceska Olga Wattie</span></span></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">/Fitrah (24-09-66)</span></span></div><p align="justify"></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;tab-stops:60.95pt 171.5pt 180.0pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Nama Anak</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: </span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;tab-stops:60.95pt 171.5pt 180.0pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">1. </span></span><a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000356554097&ref=ffl"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Bungai Ghina Inayatillah</span></span></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> (24-07-89)</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;tab-stops:60.95pt 171.5pt 180.0pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">2. </span></span><a href="http://www.facebook.com/profile.php?id=100000490296234&ref=ffl"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Nakinta Mentari Istiqomah</span></span></a><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> (06-12-1993)</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;tab-stops:60.95pt 171.5pt 180.0pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">3. Kibar Jati Merdeka Hidayatullah (26-12-1995)</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;tab-stops:60.95pt 171.5pt 180.0pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"><br /></span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:60.95pt;text-align:justify;text-indent: -60.95pt;tab-stops:54.45pt 60.95pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pendidikan</span></span><span style="mso-tab-count:1"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: </span></span><span style="mso-tab-count: 1"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">SD II Kotamobagu Sulut (1972), SMPN 1 Kotamobagu (1975), </span></span><st1:stockticker st="on"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">SMAN</span></span></st1:stockticker><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> 1 Toli-toli (1980), FH Tata Negara Unhas (1989), PASCASARJANA : Hukum TATANEGARA - Universitas Hasanuddin (2009)</span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:60.95pt;text-align:justify;text-indent: -60.95pt;tab-stops:54.45pt 60.95pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><o:p><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></o:p></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" style="margin-left:60.95pt;text-align:justify;text-indent: -60.95pt;tab-stops:54.45pt 60.95pt;mso-layout-grid-align:none;text-autospace: none" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Pekerjaan</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Job Hunter (1989-1992), Advokat (1993-2011), Dosen Univ. Madako (1999-2011), Staf Ahli DPRD Kab. Toli-toli (2001-2011), Konsultan Hukum Setda Kab. Toli-toli (2005-2011). </span></span></p><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></div><p class="MsoNormal" align="justify"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">Organisasi</span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">: Pengurus PMII Cab. Makasar (1980-1989), Pengurus PDI Makasar (1982-1990), Pengurus PDI Toli-toli (1991-1996), Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Cabang Toli-toli (1992-2011), Sekretaris DPC Partai Demokrat Toli-toli</span></span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;"> </span></span></span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:verdana;">(2006-2011).</span></span></p><span style="font-size:85%;"> </span><p class="MsoNormal"><span lang="IN" style="font-family:Georgia;mso-bidi-mso-ansi-language:INfont-family:Helvetica;"><o:p><span style="font-size:85%;"> </span></o:p></span></p>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-18406409404456534662010-11-16T07:17:00.000-08:002010-11-16T07:49:59.144-08:00In Memoriam Yadi Mulyadi, Lurah Paskibraka 1978<p><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcdDHxnnd4C7CoqcxTorTGvmQNmyk9lQT3SkueNOFjlx1e7_D6pCRal6KZ_kyhAW10Nf3Ls2wfSbM48Njq5LeaiiRii1X0BTqNA9YoGymco8dghH3dACe7w9BfwRDDNPJEJ1nRVLIo3TA/s1600/Yadi1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 312px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcdDHxnnd4C7CoqcxTorTGvmQNmyk9lQT3SkueNOFjlx1e7_D6pCRal6KZ_kyhAW10Nf3Ls2wfSbM48Njq5LeaiiRii1X0BTqNA9YoGymco8dghH3dACe7w9BfwRDDNPJEJ1nRVLIo3TA/s400/Yadi1.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5540169134098222354" /></a><br /></p><p><span lang="IN"> Sabtu sore, sekitar satu minggu setelah lebaran tahun 1994. Saya sedang memacu mobil di jalan tol Jakarta-Merak untuk berlibur dengan keluarga di pinggir pantai di Labuan, Banten. Menjelang pintu tol Tangerang, tiba-tiba mobil bergetar. Dan ternyata…. join-kopel mobil tua saya tak kuasa melayani putaran yang tinggi, sehingga hampir terlepas. Tertatih-tatih, merayap, mobil saya berusaha keluar melewati Gerbang Tol Tangerang. Yang saya ingat hanya satu: teman saya Yadi Mulyadi adalah wakil kepala gerbang tol itu!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Begitu melewati gerbang, saya pun menuju kantor Jasa Marga dan parkir di sana. Di resepsionis saya minta disambungkan dengan Yadi, dan begitu ketemu saya ceritakan kejadiannya. “Ya sudah, tunggu sebentar saya mau beres-beres berkas, jam 4 saya keluar kantor,” katanya. Saya beserta istri dan anak-anak pun menunggu di lobi kantor.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Begitu Yadi keluar dari kantor, istri dan anak-anak diajaknya naik ke mobil dinas yang disetirnya sendiri, lalu membimbing saya menuju bengkel langganannya. Di bengkel itu mobil saya dititipkan untuk diperbaiki, lalu kami ikut dengannya menuju rumahnya di Serang, bersama beberapa teman kantor yang juga akan pulang. “Santai aja Pul, kita mampir dulu di rumah gua,” katanya bergaya Betawi tapi berlogat Sunda.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Begitulah, untuk pertama kalinya saya –tak sengaja—berkunjung ke rumah Yadi di Kaligandu, Serang, dan bertemu lagi dengan keluarganya. (Delapan tahun sebelumnya, tahun 1986, saya pernah berkunjung ke rumah dinasnya, sewaktu ia menjadi wakil kepala gerbang tol Tanjung Morawa, Medan. Waktu itu, saya masih kuliah di Medan, sedang Yadi sudah bekerja di Jasa Marga).</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Sore itu juga, saya dan keluarga dipinjami mobil Kijang pribadinya untuk pergi ke Labuan. Sehabis mandi, ia malah mengajak istrinya untuk ikut memandu kami dengan mobil dinasnya menuju Labuan. Ikut “<i style="mso-bidi-font-style:normal">barbeque</i>” dengan kami dan keluarga teman lain yang lebih dulu sampai di sana, dan baru pamitan malam harinya. “Silakan teruskan pestanya, saya harus pulang karena besok pagi mau ngajak anak saya jalan-jalan, sambil mancing...” katanya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Esok sorenya, pulang dari Labuan kami mampir lagi ke Serang, menjemput Yadi yang masih akan mengantar kami ke Tangerang. Begitu memastikan mobil saya sudah diperbaiki dan bisa dipakai untuk pulang ke Depok, barulah kami berpisah. Tiada kata selain “terima kasih” yang bisa saya ucapkan, karena bantuannya yang begitu besar. Terutama, kepedulian “mengurusi sahabat tanpa pamrih” dan merelakan waktu </span><span lang="IN">—</span><span lang="IN">yang kadang teramat mahal bagi orang-orang kota yang sibuk.</span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;text-indent:18.0pt"><span lang="IN">***</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Hari ini, Senin 16 November 2010, 16 tahun setelah itu, saya harus datang lagi ke Serang. Sayangnya, kedatangan saya tak lagi bisa digunakan untuk saling melepas kangen dan bercandaria. Bersama ratusan orang lainnya, saya harus mengantarkan Yadi ke tempat peristirahatannya yang terakhir di Pemakaman Umum Kaligandu. Sebuah kecelakaan lalu lintas telah merenggut Yadi dari keluarganya, dari koleganya di Jasa Marga dan dari keluarga besar Paskibraka 78.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Saya masih ingat, ketika bertemu Yadi dalam Reuni Paskibraka 78 dan Reuni Paskibraka Nasional bulan Agustus 2008. Tubuh tinggi besarnya masih terlihat gagah, apalagi dia memang gemar menggunakan atribut-atribut bernuansa nasionalisme: terutama peci hitam berhias Garuda Pancasila. Tanggal 17 Agustus, dia tiba di Istana Merdeka belakangan, karena harus menjadi Komandan Upacara di Kantor Pusat Jasa Marga. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Dalam Reuni Paskibraka Nasional, Yadi juga masih menjadi “Lurah Putra” yang paling tangguh. Bersama “Lurah Putri” Chelly Urai, Ia mampu memimpin 21 orang warga Paskibraka 78 menjadi begitu dominan di tengah angkatan lain dengan yel-yel penuh semangat. Tak pernah terbersit dalam pikiran saya, juga teman-teman 78, kalau “kakek” yang baru saja mendapat cucu laki-laki ini akan pergi lebih dulu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Menurut informasi dari keluarga, peristiwa kecelakaan terjadi seusai Yadi dan kawan-kawannya melakukan <i style="mso-bidi-font-style:normal">touring</i> dengan motor Bajaj Pulsar ke Sukabumi. Dalam tur itu, Yadi berboncengan dengan istrinya. Perjalanan klub motor itu sebenarnya aman-aman saja mulai dari pergi sampai pulang dan pesertanya membubarkan diri. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Sebelum pulang, bersama beberapa teman tersisa, Yadi singgah di sebuah rumah makan di Ujung Genteng, sekalian shalat Maghrib. Bubar dari restoran itu, istri Yadi ikut dengan mobil, sementara Yadi sendiri kembali naik motor. Malang tak dapat ditolak, begitu motor Yadi keluar ke jalan raya, sebuah mobil menabraknya. Tabrakan yang sangat keras itu seketika merenggut nyawanya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Sama dengan keluarga yang merasa kepergian Yadi seperti mimpi, saya dan teman-teman Paskibraka 78 merasakan kekagetan yang luar biasa. Berenam (saya, Budi Winarno, Sonny, Chelly, Tetty dan Ilham), hanya bisa tercenung di depan makam dengan nisan bertuliskan nama Yadi Mulyadi. Onggokan tanah merah yang baru saja diuruk dengan taburan bunga di atasnya. Desir angin menggerakkan daun-daun bambu, dan gesekannya melahirkan suara desis yang mengiris. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Di bawah rerimbunan bambu itulah kini raga Yadi bersemayam, sementara arwahnya telah kembali menemui Al-Khalik dengan segala kebaikan dan amal yang telah dikerjakannya selama hidup di dunia. Namun, jiwanya masih tetap ada di hati saya, dan abadi di hati kita semua yang pernah mengenalnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-indent:18.0pt"><span lang="IN">Selamat jalan sahabat... <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Doa kami selalu, semoga engkau tenang di alam sana.... </span></p>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-65371129226745158632010-11-16T00:06:00.000-08:002010-11-16T05:59:46.483-08:00Ada Kekerasan dalam Paskibraka<p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><b><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Berita tentang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) mengibarkan bendera di bulan Agustus memang sangat biasa. Tapi, berita tentang kekerasan, bahkan pelecehan, yang terjadi pada pelatihan Paskibraka adalah sangat tidak biasa, dan membuat kita terhenyak. Apa yang sebenarnya terjadi dalam pembinaan Paskibraka?</span></span></b></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><o:p><span style="font-size:100%;"> </span></o:p></span><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Beberapa pekan di bulan Agustus 2010, dunia pers nasional menguak sebuah peristiwa memalukan di balik pelatihan Paskibraka, khususnya di DKI Jakarta. Beberapa orangtua anggota Paskibra(ka) mendatangi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta dan melaporkan terjadinya pelecehan oleh senior terhadap putri mereka pada “masa orientasi”, antara lain disuruh berlari-lari tanpa busana dari kamar mandi ke kamar tidur (</span><i><span style="font-size:100%;">Kompas, 18/8</span></i><span style="font-size:100%;">). </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><i><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Follow-up </span></span></i><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">pemberitaan di suratkabar dan media </span><i><span style="font-size:100%;">online</span></i><span style="font-size:100%;"> setelah itu lebih membuat bulu kuduk merinding. Konon, beberapa alumni latihan Paskibraka DKI Jakarta mengaku kekerasan dan pelecehan seperti itu bukan hal baru, bahkan yang terjadi jauh lebih parah. Para senior menjadikan juniornya bahan “mainan”, misalnya menyuruh peserta putra </span><i><span style="font-size:100%;">push-up </span></i><span style="font-size:100%;">dingin bertumpuk tiga tanpa busana, bahkan sampai-sampai disuruh (maaf...) “laga pedang” di kamar mandi. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Benarkah begitu bejat kelakuan para senior yang mengaku Purna (mantan) Paskibraka itu?</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Itulah testimoni yang bisa kita dengar. Berita kekerasan dalam pelatihan Paskibraka DKI Jakarta tersebut sebenarnya merupakan pecahnya “bola salju” yang telah menggelinding beberapa tahun belakangan. Bisik-bisik saling bagi informasi antar Purna Paskibraka —khususnya alumni tingkat Nasional— telah menguak bahwa mereka menyaksikan banyak sekali penyimpangan yang terjadi dalam pelatihan Paskibraka, termasuk tindakan kekerasan dan perpeloncoan, khususnya di tingkat daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQaC5OSbVt8-W_V8XkeyhcNs7_duuq0qWzqVCN-oOcmdaBAbaSkJhOypmx9siXIqU3LjojuaLhsAdIcEWIYYdwaRYz0i2_28Qp9E2bRSg7yWB7Y-OlRRWTRDdlse8hpPkM56Lu1WVGqyQ/s1600/push-up-yang-dilakukan-paskibraka-dki.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 312px; height: 225px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQaC5OSbVt8-W_V8XkeyhcNs7_duuq0qWzqVCN-oOcmdaBAbaSkJhOypmx9siXIqU3LjojuaLhsAdIcEWIYYdwaRYz0i2_28Qp9E2bRSg7yWB7Y-OlRRWTRDdlse8hpPkM56Lu1WVGqyQ/s400/push-up-yang-dilakukan-paskibraka-dki.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5540067319743746402" /></a><br /></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Ada yang pernah menyaksikan di satu daerah, senior Paskibraka “menghukum” peserta Paskibraka berguling-guling sepanjang lapangan yang becek berlumpur. Ada pula yang memukul atau menendang kepala dan tubuh peserta hanya karena salah dalam berbaris. Atau memaksa peserta minum air —tak tahu apakah air matang atau mentah— dari satu botol bergantian, atau menyiram dengan segayung air dan memukulkan gayungnya ke kepala peserta sambil bertolak pinggang sementara senior yang lain tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan </span><i><span style="font-size:100%;">dagelan</span></i><span style="font-size:100%;"> itu. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Pemberitaan sporadis tentang kekerasan itu selalu muncul setiap tahun. Bahkan, ada di antaranya yang diduga mengakibatkan kematian, meski investigasi untuk itu tidak mampu membuktikannya. Lingkaran kekerasan di latihan Paskibraka, kini sama rumitnya dengan </span><i><span style="font-size:100%;">code red</span></i><span style="font-size:100%;"> (istilah perploncoan di Marinir AS) yang ada di sekolah-sekolah, apalagi yang berbasis semi-militer, semacam STP dan STPDN. Prakteknya terjadi turun-temurun dan mentradisi dengan sangat kuat dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;text-indent:14.15pt; mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">***</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Sebagian besar penyimpangan awal terjadi pada kesalahan penerapan sistem dan kurikulum pelatihan. Sebagian besar daerah membentuk Paskibraka hanya untuk gagah-gagahan, dan merasa apa yang mereka lakukan dapat menaikkan gengsi. Akibatnya, mereka hanya melatih siswa sekolah untuk baris-berbaris dan mengibarkan bendera, lalu membusanai mereka dengan seragam putih-putih bersetangan-leher merah-putih, lengkap dengan lambang anggota dan korps Paskibraka. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Padahal, bukan itu yang dimaksudkan oleh pencetus Paskibraka, Husein Mutahar. Sejak digagas pada tahun 1946 sampai terwujud sepenuhnya pada tahun 1968, Paskibraka diharapkan menjadi kawah candradimuka pembentukan pemuda-pemuda Indonesia agar mereka memiliki rasa kebangsaan,</span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:100%;"> </span></span><span style="font-size:100%;">cinta terhadap Tanah Air, sekaligus berakhlak dan budi pekerti mulia, serta mampu mengembangkan sikap kepemimpinan, selain melatih hidup penuh disiplin dan tata tertib.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Jadi, pembinaan Paskibraka bukan sekadar menciptakan “pengibar bendera”. Kalau cuma itu, pilih saja pemuda-pemuda dari militer, atau Taruna akademi Militer, pasti mereka lebih cakap dalam hal baris-berbaris dan tatacara penghormatan terhadap Sang Merah Putih. Tak perlu uang rakyat diboros-boroskan untuk mengumpulkan dan mengasramakan para siswa dari seluruh Indonesia ke ibukota, atau dari daerah-daerah ke ibukota provinsi dan kabupaten/kota.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Itulah sebabnya, pelatihan Paskibraka dapat diibaratkan pisau bermata dua. Dalam jangka pendek</span><span style="mso-spacerun:yes"><span style="font-size:100%;"> </span></span><span style="font-size:100%;">menciptakan pengibar bendera yang cakap dalam melaksanakan tugas pengibaran bendera pada peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan. Dalam jangka panjang, menyiapkan kader-kader pemimpin bangsa di masa depan. Secara lengkap pelatihan itu dinamakan “Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” (LPIIB-P), yakni sebuah latihan berasrama yang menerapkan metode dan sistem pendekatan “Desa Bahagia”, yakni simulasi kehidupan sehari-hari yang menerapkan nilai-nilai Pancasila.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Penyimpangan berikutnya ada pada struktur pelaksana pelatihan Paskibraka. Mengacu pada konsep LPIIB-P, pelaksana pelatihan adalah sebuah kepanitiaan bernama “Gladian Sentra Nasional/Daerah” yang anggotanya adalah para pembina yang telah dididik serta memahami kurikulum dan sistem pelatihan. Mereka yang berhak membina haruslah alumni LPIIB-P level “Pembina” (dengan lencana merah-putih-garuda/MPG berwarna dasar ungu), bukan mereka yang menyebut diri “senior” yang merupakan alumni dari sebuah pelatihan yang salah – kalau tidak bisa disebut pelatihan sesat.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Khusus untuk latihan baris-berbaris dan tatacara penghormatan terhadap bendera, panitia memang disarankan merekrut pelatih/instruktur dari pihak militer, karena merekalah yang kompeten untuk itu. Mereka tahu pasti tingkat ketahanan fisik peserta dan batas latihan yang diberikan kepada seorang siswa SMA. Karena itu, tak mungkin misalnya, mereka memberikan perintah </span><i><span style="font-size:100%;">push up </span></i><span style="font-size:100%;">puluhan atau ratusan kali dan dilakukan berulangkali, atau berguling-guling sepanjang lapangan. Atau memukul, menendang, menyiram air dan seterusnya, hanya untuk alasan memperkuat fisik dalam sebuah latihan yang lamanya seminggu, atau paling banter dua sampai tiga minggu —tanpa embel-embel “masa orientasi”. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Karena melibatkan peserta yang terdiri dari para pemuda —yang notabene siswa sekolah menengah— maka penanggungjawab pelatihan ini haruslah instansi yang juga kompeten. Dulu, tanggung jawab ini diambilalih langsung oleh Departemen Penddidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) melalui Direktorat Pembinaan Generasi Muda —lalu menjadi Depdiknas melalui Direktorat Kepemudaan. Sejak 2005, Direktorat Kepemudaan dilikuidasi dan pembinaan Paskibraka dialihkan ke Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menpora). Di daerah, tanggung jawab itu beralih dari Kanwil Depdiknas ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Perpindahan tanggung jawab pembinaan ke Kantor Menpora memang membawa pengaruh yang sangat besar dalam dunia Paskibraka. LPIIB-P yang dulu dilaksanakan secara rutin oleh Depdikbud/Depdiknas untuk mencetak para pembina Paskibraka, nyaris tidak pernah terdengar lagi dilaksanakan. Yang ada justru pelatihan </span><st1:stockticker st="on"><span style="font-size:100%;">TOT</span></st1:stockticker><span style="font-size:100%;"> (</span><i><span style="font-size:100%;">training of trainer</span></i><span style="font-size:100%;">) Paskibraka yang isinya lebih banyak kepada unsur teknis pelaksanaan latihan, bukan konsep dan hakekat dari pembinaan. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Itulah sebabnya, kini Paskibraka makin kehilangan pembinanya. Pada saat para sesepuh dan “pembina tua” —Husein Mutahar (alm), Idik Sulaeman, Ibu D Bunakim (alm), Soebedjo (alm) dan Darminto Surapati (alm)— tidak lagi aktif di dunia Paskibraka, yang tinggal hanyalah sebongkah mutiara konsep Paskibraka yang berubah menjadi seonggok barang tak berharga. Pembinaan Paskibraka pun menyimpang makin jauh dari relnya, apalagi di daerah-daerah yang selama ini tidak pernah mendengar sejarah Paskibraka, apalagi mengetahui sistem pembinaan yang benar. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Pelatihan-pelatihan yang kian menjamur itu, berkembang tanpa kontrol kualitas yang selayaknya dilakukan. Jangankan mengajarkan pesertanya menjadi manusia yang beradab, berakhlak dan budi pekerti luhur, pelatihan Paskibraka —terutama di daerah— kini malah menciptakan “monster-monster” baru yang cinta kekerasan tanpa moralitas. Mereka mendapatkan ilmu dari para “senior” —yang sebenarnya tidak ada dalam kamus Paskibraka selain “kakak” dan “adik”— yang lahir dari budaya kekerasan yang ada di sekolah-sekolah. Para penanggungjawab pelatihan abai terhadap nilai-nilai buruk itu, dan membiarkannya masuk ke Paskibraka. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Nama besar Paskibraka tahun-tahun belakangan seperti berada di titik nadir, apalagi dengan makin terbukanya akses informasi dan kebebasan pers yang mampu mengungkap borok itu. Dari luar, Paskibraka masa kini memang masih terlihat gagah berderap dan begitu mulia mengibarkan Sang Merah Putih. Tetapi, dalam hati mereka, rasa kebangsaan yang menggelora mulai terkontaminasi dengan nilai-nilai tak bermartabat yang masuk tanpa mereka sadari akibat kesalahan kita semua.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Apakah benar, kini kita harus mengkaji ulang soal penyebutan nama antara Paskibraka dan Paskibra, atau membuat nama lain untuk membedakan mana yang benar-benar dibina dengan sistem dan kurikulum yang benar, dan mana yang hanya digojlok secara fisik untuk mengibarkan bendera. Mungkin, inilah saat yang tepat bagi Menpora sebagai penanggungjawab secara nasional untuk membuka mata dan hati untuk kembali peduli dengan pembinaan Paskibraka.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Satu-satunya cara yang dapat dilakukan saat ini adalah kembali ke </span><i><span style="font-size:100%;">khittah </span></i><span style="font-size:100%;">dengan mengajak duduk bersama orang-orang yang paham betul tentang masalah ini. Tentu saja, bukan pula melalui cara-cara selama ini yang hanya mengandalkan organisasi Purna Paskibraka Indonesia (PPI), karena keberadaannya lebih sebagai organisasi massa ketimbang organisasi alumni yang peduli terhadap pembinaan Paskibraka dan alumninya. Terbukti, mereka tidak pernah “bersuara” ketika terjadi pelecehan terhadap Merah-Putih, atau ada penyimpangan dalam pelatihan Paskibraka. Lebih celaka lagi, berbagai kekerasan dan penyimpangan dalam latihan justru dilakukan oleh “senior” dan notabene adalah pengurus PPI daerah.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Sejak dulu, memang tidak banyak orang yang paham betul tentang konsep Paskibraka. Yang banyak hanyalah orang-orang yang bisa menjadi penyelenggara latihan, atau menjadi pembina </span><i><span style="font-size:100%;">ex officio</span></i><span style="font-size:100%;"> karena jabatannya di instansi penanggungjawab, tapi tak pernah jadi pembina dalam arti sesungguhnya. Kini, butir-butir mutiara konsep Paskibraka memang hampir hilang. Tetapi, sebagian kecil masih tercecer di kepala beberapa gelintir Purna Paskibraka yang dulu pernah mendapatkankan pembina yang benar.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Ada sejumlah “Purna tua” yang setia menyimpan konsep Paskibraka itu dalam hatinya, dan mereka masih mau peduli. Dari mereka bisa diperoleh masukan-masukan yang valid, tentang bagaimana sebenarnya melatih dan membina Paskibraka. Dan hasilnya, bisa dijadikan bahan untuk menyusun konsep latihan Paskibraka untuk seluruh strata, mulai nasional sampai daerah di masa datang. Hanya dengan cara itulah, kita dapat menunjukkan tanggung jawab menjaga nama baik Paskibraka, sebagai kelompok terhormat yang telah menjalankan tugas mulia sebagai pengibar dan pembela Merah-Putih, sekaligus calon pemimpin bangsa di masa depan. </span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Apakah kita mau mempunyai pemimpin yang tak bermartabat di masa datang? Semuanya terserah pada kita.</span></span></p><span style="font-size:100%;"> </span><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none"><span lang="IN"><span style="font-size:100%;">Salam Paskibraka!</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-indent:14.15pt;mso-layout-grid-align: none;text-autospace:none" align="center"><span style="font-size:78%;"><span lang="IN"><br />Ditulis oleh: Syaiful Azram, Paskibraka 1978<br />untuk forumpaskibraka.blogspot.com<br /></span></span></p>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-60066618783549773612009-02-13T08:53:00.000-08:002009-02-13T08:57:00.609-08:00Mutahar dan Idik Seharusnya Kaya Raya…<strong>Kalau saja Husein Mutahar adalah seorang Ary Ginanjar Agustian, tentu Paskibraka akan menjadi jauh lebih besar dari sekarang. Kalau saja Idik Sulaeman adalah seorang Yves Saint Laurent, maka atribut Paskibraka tidak dipakai sembarangan seperti sekarang. Kalau keduanya digabungkan: Mutahar dan Idik pantas menjadi milyuner!</strong><br /><br />Ini sebenarnya cerita yang harus saya tulis bulan Agustus tahun lalu. Bagaimana pada suatu malam, seorang Idik Sulaeman hadir di depan 40 anggota Paskibraka DKI Jakarta 2008. Dengan tongkat dan tertatih-tatih, lelaki berusia 75 tahun itu masih bersedia hadir sebagai ikon Paskibraka atas undangan adik-adiknya, Paskibraka DKI Jakarta, pada saat forum latihan Paskibraka Nasional di Cibubur tak lagi mengundang dirinya.<br /><br />Saat itu Kak Idik datang sendirian, tanpa pendamping, kecuali ditemani beberapa Pengurus PPI DKI Jakarta. Untung saja, dan biasanya selalu begitu, Kak Idik mengajak kami (saya Syaiful “Opul” Azram dan Budiharjo “Muztbhe” Winarno) untuk ikut. Kami datang? Tak mungkin tidak. Bagaimana bisa kami membiarkan seorang Idik --yang sudah kehilangan sebagian motoriknya akibat stroke beberapa tahun lalu dan agak sulit menyampaikan pikirannya kepada orang lain-- untuk menjelaskan soal Paskibraka dan menjawab pertanyaan seorang diri.<br /><br />Dan benar saja, akhirnya kami berdua harus turun tangan (walaupun sebenarnya tak mengharapkan). Kak Idik hanya menjelaskan sepatah dua kata, sisanya kami yang meneruskan. Berbagai macam pertanyaan harus dijawab, maklum adik-adik Paskibraka DKI 2008 kan ingin tahu “makhluk” apa sebenarnya Paskibraka itu, dari A sampai Z.<br /><br />Mulanya, tanggapan mereka datar-datar saja ketika sejarah Paskibraka dipaparkan. Mungkin, mereka sudah pernah membaca dari sumber mana saja, buku atau wikipedia. Tapi, mereka harus ternganga tak menduga, ketika diberitahukan bahwa selain menciptakan nama PASKIBRAKA dan mengusulkannya kepada Kak Husein Mutahar, Kak Idik adalah orang yang merancang semua atribut Paskibraka: mulai dari Seragam, lambang korps, lambang anggota, dan tanda pengukuhan seperti lencana merah-putih-garuda (MPG) dan kendit kecakapan.<br /><br />Decak kagum dan tepuk tangan pun menggema, ketika dijelaskan bahwa orang yang ada di hadapan mereka itu jugalah yang merancang seragam sekolah dan atributnya: putih-merah untuk SD, putih-biru untuk SMP dan putih-abu2 untuk SMA, plus badge OSIS-nya.<br /><br />Apa reaksi Kak Idik mendapatkan aplaus seperti itu? “Iya benar. Saya yang merancang semua itu. Tapi tidak dibayar…” ucapnya pendek. Dan, ucapan itu kembali disambut dengan tepuk tangan…<br /><br />Apa inti dari cerita saya di atas?<br /><br />Saya ingin membuka pikiran kita semua, Purna Paskibraka, bahwa para penggagas dan pencetus Paskibraka adalah orang-orang yang hebat. Mereka mempunyai pemikiran yang cerdas, matang dan melanglang jauh ke depan. Namun, di balik itu semua, mereka juga selalu bekerja dengan keras, ulet, dan… tanpa pamrih !!<br /><br />Husein Mutahar menggagas Paskibraka dan berhasil menciptakan latihan mental-spiritual “Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” yang demikian komplit. Idik Sulaeman menggenapi apa yang dilakukan “kakaknya” dengan menyempurnakan silabus, sistem dan metode pelatihan… plus seragam dan atribut Paskibraka.<br /><br />Bayangkan kalau paket latihan yang penuh nuansa dan kebanggaan ini dapat dikembangkan secara profesional menjadi pelatihan semacam “ESQ Leadership Training” ala Ary Ginanjar Agustian. Pelatihan Paskibraka akan menjadi lebih dahsyat dan menghasilkan alumni yang jauh lebih hebat !!<br /><br />Kalaulah pelatihan “Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” dipatenkan menjadi sebuah pelatihan kepemimpinan yang profesional, berapa “income” yang bisa diperoleh seorang Husein Mutahar. Berapa banyak pelatihan Paskibraka yang dilaksanakan setiap tahun di seluruh Indonesia yang bisa memberikan royalti? Husein Mutahar bergelimang uang…<br /><br />Kalaulah Idik Sulaeman mendaftarkan seluruh rancangannya ke Direktorat Hak Cipta, bayangkan royalti yang bisa diperolehnya dari setiap potong seragam Paskibraka. Berapa banyak pula hasil dari royalti pembuatan pakaian seragam sekolah dan atributnya. Kak Idik kaya raya…<br /><br />Mestinya, seluruh Purna Paskibraka menyadari ini semua… Bahwa Husein Mutahar dan Idik Sulaeman sesungguhnya telah mewariskan sebuah memorabilia yang tak ternilai harganya.<br /><br />Kalaulah Kak Mutahar masih ada, saya ingin mengungkapkan hal ini padanya sekarang. Kalau Kak Idik tidak memiliki keterbatasan di usianya yang lanjut, pasti akan saya ajak “kembali” untuk menata Paskibraka. Sayang, dua-duanya tidak lagi bisa saya lakukan. Yang bisa saya kerjakan hanyalah menuliskannya dalam kata-kata…<br /><br />Sebenarnya, saya lelah mendengar cerita miring soal Paskibraka, soal pelatihannya yang kian hari kian jauh dari tujuan semula. Saya juga capek melihat aktivitas Purna Paskibraka yang hanya berkutat pada masalah-masalah sepele, debat kusir tanpa ujung-pangkal, atau rebutan kursi kepengurusan yang umurnya cuma empat atau lima tahun.<br /><br />Padahal, kita semua melupakan satu hal yang paling esensial: bagaimana menjaga sejarah dan warisan Paskibraka yang nilainya tak terhingga. Lalu, mengelolanya menjadi sebuah aset yang dapat dikembangkan untuk kesinambungan pembinaan seluruh Purna. Tanpa bantuan orang lain, tanpa tergantung pada siapa pun.<br /><br />Impian itu selalu datang dalam tidur saya… Tapi, yang saya temui adalah hari-hari yang sama keesokan harinya…<br /><br /><div align="center"><span style="font-size:85%;">Ditulis oleh: <strong>Syaiful Azram</strong>, Paskibraka 1978</span></div><div align="center"><span style="font-size:85%;">untuk </span><a href="http://www.blogger.com/forumpaskibraka.blogspot.com"><span style="font-size:85%;">forumpaskibraka.blogspot.com</span></a></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-91734768163371841742009-01-26T00:52:00.000-08:002009-01-26T01:04:32.279-08:00Paskibraka, Berawal dari Sebuah Gagasan<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFpL-3i45qJM8CJG7JtCxYXOasDS6XwRQlAQT6Q2l4DvxBKOQsTPyMT63dMHWGRZICqeweC2RsIfl1L4eLRe6fC7E5AXi3t-EvkxGWYyIX6u6XRf-qvBcaIULJtcRO7kFertG1KTB1scE/s1600-h/Gedung+Agung+Yogya.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5295524639534485346" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 390px; CURSOR: hand; HEIGHT: 231px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFpL-3i45qJM8CJG7JtCxYXOasDS6XwRQlAQT6Q2l4DvxBKOQsTPyMT63dMHWGRZICqeweC2RsIfl1L4eLRe6fC7E5AXi3t-EvkxGWYyIX6u6XRf-qvBcaIULJtcRO7kFertG1KTB1scE/s320/Gedung+Agung+Yogya.JPG" border="0" /></a>Kelahiran sebuah korps yang kelak (dengan bangga) menyebut dirinya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Beberapa hari menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno memberi tugas kepada salah satu ajudannya, Mayor <a href="http://forumpaskibraka.blogspot.com/2009/01/riwayat-hidup-m-husein-mutahar.html"><strong><span style="color:#cc0000;">M. Husein Mutahar</span></strong></a>, untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1946, di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.<br />Mutahar, yang dikenal punya rasa kebangsaan sangat kental (ditandai dengan lagu-lagu ciptaannya seperti Hari Merdeka dan Syukur), segera memenuhi permintaan Bung Karno. Acara pun disusun satu persatu, mulai dari pembacaan naskah Proklamasi. Namun, tiba-tiba Mutahar teringat akan sesuatu. Menurut dia, rasa cinta Tanah Air, persatuan dan kesatuan bangsa wajib dilestarikan kepada generasi penerus. “Tapi, simbol-simbol apa yang bisa digunakan?”<br />Melalui materi yang akan dipakai pada upacara itu, Mutahar memilih pengibaran bendera (pusaka). Dalam benaknya, pengibaran lambang negara itu memang sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia (seperti juga pada tahun 1945).<br />Tanpa buang waktu, ditunjuknya lima pemuda (terdiri dari tiga putri dan dua putra) untuk menjadi pelaksana pengibaran bendera. Lima orang itu, dalam pikiran Mutahar adalah simbol dari Pancasila. Salah satu pengibar bendera pusaka pada 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi, pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta.<br />Dari pengalaman pertama tahun 1946 itu, Mutahar menganggap apa yang dilakukannya sudah tepat. Bung Karno pun tidak memprotes keputusan yang diambil Mutahar untuk menyerahkan tugas pengibaran bendera pusaka kepada para pemuda. Berturut-turut, pada tahun 1947 dan 1948, pengibaran bendera oleh lima pemuda asal berbagai daerah itu terus dilestarikan.<br />Pada akhir tahun 1948 Bung Karno serta beberapa Pemimpin sempat ditangkap Belanda dan diasingkan ke Parapat (Sumatera Utara), lalu dipindahkan ke Muntok (Bangka). Saat itu, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Husein Mutahar dari sitaan Belanda, bahkan dikirimkan ke Bangka dengan cara yang rumit dan sulit.<br />Tanggal 6 Juli 1949, Bung Karno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.<br />Seusai penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan lndonesia pada 27 Desember 1949 di Den Haag (Konferensi Meja Bundar), Ibukota Republik Indonesia dikembalikan ke Jakarta. Pada 17 Agustus 1950, pengiabran bendera pusaka dilaksanakan di halaman Istana Merdeka Jakarta. Husein Mutahar tidak lagi terlibat, karena regu-regu pengibar bendera pusaka diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan RI. Pada kurun waktu tersebut, pada pengibar kebanyakan diambil dari unsur pelajar atau mahasiswa yang ada di Jakarta.<br />Meski hanya empat kali (1946-1949), pengibaran bendera pusaka di yogya oleh lima pemuda mewakili daerah yang digagas Husein Mutahar telah menjadi tonggak untuk menopang kelahiran Paskibraka. Dan, cita-cita Mutahar mengumpulkan pemuda dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka itu, kelak terwujud juga tahun 1968…<br /><div><div></div><br /><br /><div align="center"><span style="font-size:85%;">Ditulis oleh © Syaiful Azram, Paskibraka 1978<br />Untuk </span><a href="http://forumpaskibraka.blogspot.com/"><span style="font-size:85%;">http://forumpaskibraka.blogspot.com</span></a></div></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-35704804286709220312009-01-26T00:11:00.000-08:002009-01-26T00:51:18.903-08:00Riwayat Hidup M. Husein Mutahar<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitV0mpRg7zbht2jAl7aCpcfjxy5jnPpDGZ6edzcRrz08ROKDgyCv_PEbOjuSxooacC7J4BUO8VZnlsIQ47La2qZM36RNnJLeP9qKiRIujLlEA3Xvn4PbS7k557XlQPNfw4yt-JVVcPgtI/s1600-h/Mutahar.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5295521576964780098" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 142px; CURSOR: hand; HEIGHT: 204px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitV0mpRg7zbht2jAl7aCpcfjxy5jnPpDGZ6edzcRrz08ROKDgyCv_PEbOjuSxooacC7J4BUO8VZnlsIQ47La2qZM36RNnJLeP9qKiRIujLlEA3Xvn4PbS7k557XlQPNfw4yt-JVVcPgtI/s320/Mutahar.JPG" border="0" /></a> <strong><u>Nama</u></strong> : <strong><span style="color:#3333ff;">Haji M. Husein Mutahar</span></strong><br /><strong><u>Lahir</u></strong> : Semarang, 5 Agustus 1916<br /><br /><br /><ul><li><div align="left"><strong><u>SEKOLAH:</u></strong></div></li><li><div align="left">ELS (Europese Lagere School) (SD Eropa 7 tahun), merangkap mengaji/membaca Al-Quran pada guru wanita, Encik Nur.</div></li><li><div align="left">MULO (Meer Uitgebreid Lager Ondewwijs) atau SMP 3 tahun di Semarang, merangkap mengaji pada Kiai Saleh.</div></li><li><div align="left">MS (Algemeen Midelbare School) atau SMA, jurusan Sastra Timur, khusus bahasa Melayu, di Yogyakarta.</div></li><li><div align="left">Universitas Gajah Mada, Jurusan Hukum merangkap Jurusan Sastra Timur, khusus Jawa Kuno di Yogyakarta (sesudah 2 tahun drop out karena perjuangan).</div></li><li><div align="left">Semua Kursus/Training Pemimpin Pandu di Indonesia dan di London.</div></li><li><div align="left">Training School Diplomatic and Consulair Affairs di Nederland.</div></li><li><div align="left">Training School Diplomatic and Consulair Affairs di kantor PBB (United Nation Organization/UNO), New York.</div></li></ul><ul><li><div align="justify"><strong><u>PEKERJAAN:</u></strong> </div></li><li><div align="justify">Guru Bahasa Belanda di SD swasta Islam di Pekalongan. </div></li><li><div align="justify">Wartawan berita kota, surat kabar Belanda "Het Noor­den" di Semarang, 1938. </div></li><li><div align="justify">Klerk di Cosultatie Bureau der Afdeling Nijverheid voor Noord Midden Java, Departement Ekonomische Zaken, 1939-1942. </div></li><li><div align="justify">Sekretaris Keizai Bucho (Kepala Bagian Ekonomi) Kantor Gubernur Jawa Tengah, 1943. </div></li><li><div align="justify">Pegawai Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api Jawa Tengah Utara) di Semarang, 1943-1948. </div></li><li><div align="justify">Sekretaris Panglima Angkatan Laut Republik Indonesia, 1945-1946. </div></li><li><div align="justify">Ajudan III, kemudian Ajudan II Presiden Republik Indonesia, 1946-1948. </div></li><li><div align="justify">Pegawai Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 1969-1979. </div></li><li><div align="justify">Diperbantukan pada Departemen Pendidikan dan Kebu­dayaan sebagai Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pra­muka (Dirjen Udaka) Departemen P&K, 1966-1968. </div></li><li><div align="justify">Diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia pada Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973. </div></li><li><div align="justify">Direktur Protokol Departemen Luar Negeri merangkap Protokol Negara, 1973-1974 </div></li><li><div align="justify">InspekturJenderal Departemen Luar Negeri dan se­la­ma 16 bulan, merangkap Direktur Protokol dan Konsu­ler Departemen Luar Negeri, merangkap Kepala Protokol Negara, 1974. </div></li><li><div align="justify">Pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil, golongan IVe.<br /></div></li><li><div align="justify"><strong><u>PERGERAKAN:</u></strong> </div></li><li><div align="justify">Pemimpin Pandu dan Pembina Pramuka, 1934-1969 </div></li><li><div align="justify">Anggota Partai Politik, 1938-1942 </div></li><li><div align="justify">Kepala Sekolah Musik di Semarang, se­bagai tempat penanaman, penye­bar­an, dan pengobaran semangat ke­bangsaan Indonesia, sebagai gerakan melawan penyebaran semangat Je­pang dan bungkus gerakan subversi lawan Jepang, 1942-1945 </div></li><li><div align="justify">Anggota AMKRI (Angkatan Muda Ke­reta Api Indonesia) di Semarang, 1945. </div></li><li><div align="justify">Anggota BPRI (Badan Pemberontak Rakyat Indonesia) Jawa Tengah, 1945. </div></li><li><div align="justify">Anggota redaksi majalah ”Revolusi Pe­muda”, 1945-1946. </div></li><li><div align="justify">Gerilya, 1948-1949 </div></li><li><div align="justify">Ikut mendirikan dan bergerak sebagai pemimpin Pandu serta kemudian menjadi anggota Kwartir Besar Or­ga­nisasi Persatuan dan Kesatuan Kepanduan Nasional Indonesia ”Pandu Rakyat Indonesia”, 28-12-1945 s.d. 20-5-1961. </div></li><li><div align="justify">Ikut mendirikan dan bergerak sebagai Pembina Pra­muka, duduk sebagai anggota Kwartir Nasional Ge­rak­an Pramuka dan Andalan Nasional Urusan Lati­h­an,1961-1969. </div></li><li><div align="justify">Sekretaris Jenderal Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka, 1973 -1978, dan anggota biasa, 1978-2004. </div></li><li><div align="justify">Alumni Penataran P-4 Tingkat Nasional XIX,1980. </div></li><li><div align="justify">Ketua Umum organisasi sosial di bidang pendidikan ”Parani Dharmabakti Indonesia” (PADI), 1987–2004. </div></li><li><div align="justify">Ketua Dewan Pengawas ”Yayasan Idayu”.<br /></div></li><li><div align="justify"><strong><u>HOBI:</u></strong> </div></li><li><div align="justify">Seni Suara </div></li><li><div align="justify">Studi Agama Islam dan perbandingan agama-agama serta organisasi kerohanian, baik di dunia Timur maupun Barat.<br /><strong><u></u></strong></div></li><li><div align="justify"><strong><u>KELUARGA:</u></strong> </div></li><li><div align="justify">Tidak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6 laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”se­rahan” dari ibu mereka —yang janda— atau bapak me­reka —beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri. Semua sudah beru­mah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8 perempuan). </div></li></ul><ul><li><div align="justify"><strong><u>MENINGGAL DUNIA: </u></strong></div></li><li><div align="justify">Hari Rabu, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB, dalam usia 87 ta­hun di Jln. Damai No.20 Cipete, Jakarta Selatan. Dima­kamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut, Ja­kar­ta Selatan. Sebetulnya, beliau berhak dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata karena memiliki tanda kehormatan ”Mahaputera” atas jasa menyelamatkan bendera pusaka Merah Putih dan ”Bintang Gerilya” atas jasanya ikut perang gerilya tahun 1948-1949. Tetapi, beliau tidak mau, bahkan mengurus hal itu kepada pengacara dengan membuat surat wasiat.</div></li></ul><div align="center"><span style="font-size:85%;">Sumber: <strong>Drs H. Idik Sulaeman, AT</strong>, <em>Booklet Paskibraka 2004</em></span></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-58816054689833312052009-01-16T08:36:00.001-08:002009-01-25T08:59:13.281-08:00Menjaga Sejarah Paskibraka<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjReIFPb4SOphegaIeIhWLKeQaS_nsomOHoWOwgyeY15a2Sq6CI0Gi5lC0mPzZXK9qh-GO7vQZ4x72SaxEG9d9dSvPjr5ExcPlvKUcjUwN1h6PZBsRl-OgoU7Oh_xJAqu8HR9fxI0ek6EA/s1600-h/Paski+1976+-+Cherry+isi+biodata+dg+Slamet.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5291931778886131090" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 261px; CURSOR: hand; HEIGHT: 261px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjReIFPb4SOphegaIeIhWLKeQaS_nsomOHoWOwgyeY15a2Sq6CI0Gi5lC0mPzZXK9qh-GO7vQZ4x72SaxEG9d9dSvPjr5ExcPlvKUcjUwN1h6PZBsRl-OgoU7Oh_xJAqu8HR9fxI0ek6EA/s320/Paski+1976+-+Cherry+isi+biodata+dg+Slamet.JPG" border="0" /></a> Mulanya, saya tidak begitu peduli ketika Latihan Paskibraka di tingkat nasional tidak lagi ditangani oleh Departemen Pendidikan Nasional (melalui Direktorat Kepemudaan, Ditjen Diklusepora) mulai tahun 2005. ”Ah, silabus latihannya kan sudah dibakukan, pasti tidak ada masalah. Buktinya, masih ada Paskibraka yang mengi­barkan bendera pusaka di Istana Merdeka,” pikir saya.<br />Saya lalu membayangkan, orang-orang yang tadinya biasa menangani latihan itu tentu masih terus diikutsertakan sebagai pembina ketika latihan kini ditangani oleh Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Ada sebuah kesinambungan ’sejarah’ yang tidak harus diting­galkan begitu saja. Paling tidak, ’benang merah’ akan tetap tersambung dengan kuat.<br />Namun, sebersit rasa ragu akhirnya berke­le­bat juga di benak saya. Jangan-jangan, yang terjadi tidak seperti yang saya bayangkan. Seberapa besar persentase perubahan yang telah terjadi akibat perbedaan dalam birokrasi penyelenggara latihan, saya sendiri belum per­nah mengukur.<br />Akhirnya, bertemulah saya dengan sese­orang yang menjadi ”saksi hidup” Paskibraka selama 35 tahun. Manusia langka yang bernama Slamet Rahardjo itu bukan saja menjadi saksi sejarah Paskibraka sejak 1970, tapi ia juga menjadi orang yang menjaga setiap lembar dokumen Paskibraka dalam lemarinya ketika Direktorat Pembinaan Generasi Muda masih berada di Jalan Merdeka Timur 14 Gambir, Jakarta.<br />Dari cerita yang saya terima, akhirnya ke­kha­watiran saya seolah menemukan pem­benaran. Persoalan birokrasi dengan dibo­yongnya Direktorat Kepemudaan dari Gedung E Depdiknas ke Deputi II Kantor Menpora telah memberi dampak yang amat besar dan menakutkan bagi saya. Bukan saja dalam masalah pembinaan Paskibraka, tapi juga dengan dokumen-dokumen sejarah Paski­braka.<br /><div align="center">*** </div>Dulu, ketika masih di Gambir, Ditbinmud (kita masih saja menyebutnya dengan PGM sampai sekarang) menjadi ’Rumah Paskibraka’ yang begitu sejuk dan nyaman. Setiap Purna Paskibraka datang dari daerah tidak pernah lupa singgah. Purna yang sudah berada di Jakarta sekalipun, selalu berhenti atau membelokkan kenda­raan­nya, sekadar untuk temu kangen dengan mantan pembinanya.<br />Di ’rumah’ itu, yang dibutuhkan Purna Pas­kibraka selalu tersedia: foto-foto ketika latihan, data diri atau alamat teman-teman seang­katan dan arsip apa saja tentang latihan Paskibraka. Atau, beberapa kali, pernah ada Purna Paski­bra­ka yang datang untuk meminta salinan sertifikat ’Latihan Kepemudaan/Paskibraka’ karena ingin mendaftar di Akademi Militer/Kepolisian. Semuanya ada dalam arsip, dan bisa digandakan kapan saja.<br />Mereka bisa mengetuk setiap pintu ruangan atau ’ngobrol’ akrab dengan setiap orang di PGM, termasuk Direkturnya. Purna selalu disambut dengan senyum di rumah itu. Begitu PGM pindah ke Gedung E Depdiknas di Senayan (dan berubah menjadi Direktorat Kepemudaan), suasana seakrab di Gambir tak lagi bisa ditemui. Anda harus melapor ke resepsionis Diklusepora lebih dulu, mengisi buku tamu, dan berbagai macam persyaratan layaknya bertamu ke sebuah gedung perkan­toran. Tapi masih untung, karena ada orang yang Anda kenal di sana. Dan dokumen-do­kumen Paskibraka masih utuh meski sedikit berceceran ketika dibawa pindah.<br />Sekarang, ketika Direktorat Kepemudaan dilikuidasi dari Depdiknas dan diboyong ke Kantor Menpora, yang terjadi sangat membuat miris. Pemindahan birokrasi —yang sangat sarat politis— itu berdampak sangat buruk bagi sejarah maupun masa depan Paskibraka. Sebagian besar personalia PGM (terutama yang senior) tidak bersedia ikut pindah ke Kan­tor Menpora, mengakibatkan tidak terjamin­nya lagi kualitas ”Gladian Sentra” dalam latihan Paski­braka. Personalia PGM yang ’terpecah belah’ tidak lagi sempat memikirkan Paskibraka, karena lebih memilih ’peduli’ pada nasib sendiri.<br />Dalam keadaan seperti itu, seorang Slamet Rahardjo pun tidak lagi bisa menentukan apa­kah isi lemarinya harus ikut diboyong ke tempat yang baru sementara ia tetap tinggal di Dep­diknas. Atau, segerobak arsip —termasuk lem­baran formulir biodata asli tulisan tangan anggota Paski­bra­ka— itu harus dibawa pu­lang ke rumahnya di Bekasi. Tapi untuk apa?<br />Pada saat-saat kalut seperti itu, dia pun lupa untuk menitipkan dokumen-dokumen berseja­rah pada Purna Paskibraka. Pengurus PPI —yang seharusnya peduli— pun tidak pernah berbuat sesuatu. Akhirnya, kertas-kertas do­ku­men itu masuk ke gudang, dijual kiloan ke lapak, atau dibakar.<br />Tidak diketahui persis, berapa banyak arsip tentang Paskibraka yang telah hilang. Berapa banyak pula yang masih ada, namun diurus oleh orang-orang yang tidak kita kenal di Deputi II Menpora. Betapa sulitnya kini untuk meleng­kapi dan mendokumentasikan data Paskibraka, Komandan Pasukan (Danpas), Pembina dan Pelatih, karena catatan itu sebagian besar te­lah hilang.<br /><div align="center">*** </div>Malam pertama setelah saya seharian ngobrol habis-habisan dengan Kak Slamet, airmata saya sempat meng­am­bang. Begini tragiskah episode akhir dari sebuah keluarga bernama Paskibraka? Begitu sulitkah mencari orang-orang yang mau peduli pada ’korps’ yang telah membuat diri mereka bangga karena berbeda dari yang lain?<br />Semenjak PGM tak lagi berada di Gambir, kita telah kehilangan ”rumah” dan ”sekolah” yang sejuk dan nyaman. Sejak kepergian Kak Mutahar, Bunda Bunakim dan Kak Darminto, kita hampir-hampir tak lagi punya ”orangtua” dan ”guru” karena yang tersisa hanya Kak Idik Sulaeman. Kini, setelah PGM tidak ada lagi dan hilang bersama sebagian besar dokumen-dokumen Paskibra­ka, kita kembali mengalami musibah kehilangan ”ijazah”.<br />Bayangkanlah beberapa tahun lagi, ketika orangtua dan guru-guru kita benar-benar se­mu­a­nya telah pergi. Maka, sempurnalah kita, Purna Paskibraka, akan menjadi ”yatim piatu yang kehilangan orangtua dan guru, rumah dan sekolah serta ijazah”. Itu berarti, kita juga akan kehilangan ”sejarah” karena kita memang tak pernah mau menjaganya.<br /><br /><div align="center"><span style="font-size:85%;">Ditulis oleh: © Syaiful Azram, Paskibraka 1978</span></div><div align="center"><span style="font-size:85%;">for </span><a href="http://forumpaskibraka.blogspot.com/"><span style="font-size:85%;">ForumPaskibraka.blogspot.com</span></a></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-25772579868024018972009-01-14T21:18:00.000-08:002009-01-26T01:42:39.509-08:00Kisah Chaerul Basri Mencari Gedung Pegangsaan Timur 56<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE8Qa7mJMEaaPafBlsAjk4Gvbd86kRetc_YSACLGrwbr3NmUqoF0hSJFv9CIjHrwlMW6gHFVka9SeDNwgE6omPY5fnwV1DYs4wsSyhrWSKWYQYTwiCL75VuoxJG1Dm0feb2MGmdI5QPAU/s1600-h/Pegangsaan+Timur+56+Jakarta.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5291388440882759346" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 237px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE8Qa7mJMEaaPafBlsAjk4Gvbd86kRetc_YSACLGrwbr3NmUqoF0hSJFv9CIjHrwlMW6gHFVka9SeDNwgE6omPY5fnwV1DYs4wsSyhrWSKWYQYTwiCL75VuoxJG1Dm0feb2MGmdI5QPAU/s320/Pegangsaan+Timur+56+Jakarta.JPG" border="0" /></a>Chaerul Basri ada­lah pemuda asal Bukittinggi yang pada tahun 1944 mendapat tugas dari Ibu Fatmawati, istri Bung Karno, untuk mencarikan kain merah dan putih. Setahun kemudian, dua carik kain merah dan putih itu telah berubah menjadi sebuah bendera berukuran 2x3 meter yang dikibarkan beberapa saat setelah Proklamasi dibacakan, di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Bendera itu kemudian disebut sebagai bendera pusaka.<br /><em><span style="color:#ff0000;">(Baca </span></em><a href="http://forumpaskibraka.blogspot.com/2009/01/kisah-dua-carik-kain-merah-dan-putih.html"><em><span style="color:#ff0000;">kisah-dua-carik-kain-merah-dan-putih.html</span></em></a><em><span style="color:#ff0000;">)</span><br /></em>Semenjak berusia delapan tahun, Chaerul memang seorang pengagum Bung Karno. Kebetulan ia indekos bersama sekumpulan murid MULO (SMP) di Bukittinggi yang sedang keranjingan gerakan kebangsaan. Mereka mendiskusikan perjuangan kebangsaan, termasuk perjuangan Soekarno, dan setiap malam menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum tidur. Chaerul memang masih kecil, tapi obrolan anak-anak MULO itu telah membuatnya seolah kenal dengan Soekarno.<br />Setelah sekolah AMS (SMA) di Jakarta, seorang temannya yang bernama Abdullah Hassan (sekarang dokter tentara) selalu menyediakan buku-buku mengenai pergerakan kebangsaan. Abdullah mendapatkan buku-buku itu dari pamannya, Husni Thamrin, seorang pemimpin nasionalis Betawi, yang waktu itu tinggal di Sawah Besar. Karena dekat dengan pergerakan kemerdekaan, tak heran Chaerul kenal dengan Shimizu, pejabat Jepang yang menjadi pemimpin barisan propaganda Jepang (Gerakan Tiga A).<br />Pada tahun 1943, karena gerakan propaganda kurang mendapat sambutan, akhirnya Jepang membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menggerakkan potensi rakyat Indonesia (untuk membantu Jepang dalam perang Asia Timur). Kepulangan Bung Karno dari pengasingan di Sumatera pun dipermudah. Bung Karno kembali ke Jakarta dan mendarat di Pasar Ikan.<br />Perundingan kerjasama antara Jepang dan Soekarno-Hatta pun dimulai. Namun, konsep Jepang dan Soekarno-Hatta sama sekali berbeda. Akhirnya, disetujuilah pendirian pusat mobilisasi rakyat yang akan dipimpin “Empat Serangkai” dimotori Bung Karno dan Bung Hatta. Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), yang berkantor di gedung bekas sekolah MULO, di Jalan Sunda.<br />Begitu persetujuan hampir mendekati realisasi, Jepang ingin menyediakan sebuah rumah dan mobil untuk Bung Karno. Mobil bekas Belanda memang banyak menumpuk di Gunseikanbu (Kantor Pertamina sekarang) dan untuk Bung Karno diberikan sebuah mobil Buick plus seorang sopir. Lalu, bagaimana dengan rumah untuk Bung Karno?<br />Pada suatu hari, Bung Karno datang ke Gunseikanbu bertemu Shimizu. Entah apa yang mereka bicarakan, tiba-tiba Chaerul Basri dipanggil Shimizu ke ruangannya. Bung Karno sedang duduk di belakang meja, sedang Shimizu mondar-mandir di depan Bung Karno. Ini adalah kebiasaannya. Ia tidak dapat duduk tenang di suatu tempat, tetapi selalu berjalan mondar-mandir kalau sedang berbicara.<br />Seingat Chaerul, Bung Karno waktu itu berpakaian mirip safari yang terbuat dari bahan yang waktu itu dikenal dengan nama merek kulit kayu. Shimizu memperkenalkan Chaerul pada Bung Karno. Memang, sebelumnya Chaerul sudah beberapa kali bertemu dengan Bung Karno, tetapi tidak bersifat resmi. Di kantor Shimizu itulah ia baru benar-benar berkenalan dengan Bung Karno.<br />“Pemuda", itulah panggilan Shimizu pada Chaerul, "bisakah cari rumah buat orang besar?" Yang dimaksud orang besar itu adalah Bung Karno. Sedangkan Shimizu sendiri menyebut dirinya: "saya jongos" atau "saya pelayan". Bung Karno sendiri tersenyum mendengar Shimizu berbicara.<br />Pada waktu itu Chaerul menjawab "bisa", karena ia kebetulan tahu banyak rumah yang baik, representatif, dan besar di daerah Menteng. Daerah Menteng dikenalnya karena waktu itu ia tinggal di Jalan Jawa No 112 (kini Jalan HOS Tjokroaminoto).<br />Pada saat saya hendak meninggalkan ruangan, tiba-tiba Bung Karno berkata, “Chaerul, kamu mengerti rumah macam apa yang aku inginkan.”<br />“Mengerti Bung, akan saya carikan rumah yang besar, mewah, dan cukup representatif,” jawab Chaerul.<br />Bung Karno tersenyum dan berkata lagi, ''Bukan, bukan itu yang saya maksud. Saya butuh rumah yang pekarangannya luas agar saya bisa menerima rakyat banyak!"<br />Chaerul terdiam dan tertegun. Pikirannya melayang ke mana-mana, karena baru sekali ini ia mendengar ucapan dari seseorang yang mengaitkan tempat kediamannya dengan rakyat banyak.<br />Chaerul telah beberapa kali mencarikan rumah untuk pemimpin-pemimpin lainnya dengan syarat yang sama: rumah yang representatif, besar, mewah, dan berada di jalan yang terkemuka. Persyaratan itu telah baku, tapi tidak buat Bung Karno. Dengan penuh pemikiran tentang persyaratan yang diajukan Bung Karno, Chaerul meninggalkan ruangan itu.<br />Hal ini diceritakan Chaerul pada Adel Sofyan, teman sekerjanya. Sore harinya, dengan berboncengan sepeda mereka berkeliling daerah Menteng. Ada rumah-rumah besar dan luas di sekitar Taman Suropati, tetapi semuanya telah ditempati pembesar Jepang. Akhirnya, mereka tiba di Jalan Pegangsaan Timur (Jalan Proklamasi sekarang), terlihat sebuah rumah yang cukup luas pekarangannya.<br />Rumah itu sederhana. Barangkali lebih cocok dikatakan seperti sebuah rumah yang terletak di tengah perkebunan. Serambi depan rumah itu terbuka, halamannya yang luas ditumbuhi pohon-pohon. Mereak berdiri di depan rumah, dan berkeliling memeriksanya dari samping. Akhirnya Chaerul berkata pada Adel bahwa mungkin rumah ini cocok dengan selera Bung Karno.<br />Esoknya, mereka melaporkan hasil penjajakan. Shimizu langsung menelepon Bung Karno. Terjadilah tanya jawab antara Shimizu dan Bung Karno mengenai rumah itu. Karena Shimizu tidak dapat menjelaskannya dalam bahasa Indonesia, maka ia menyerahkan telepon, dan Chaerul menceritakan tentang rumah itu. Ternyata, Bung Karno pernah lewat di depan rumah itu, dan juga tertarik. Alangkah gembiranya Chaerul.<br />Shimizu lalu menyuruh Chaerul untuk mengosongkan rumah tersebut. Sorenya, Chaerul dan Adel balik lagi ke rumah itu untuk berunding dengan pemilik rumah. Di sana mereka hanya diterima nyonya rumah (yang masih muda) dan anaknya yang berumur empat tahun, karena tuannya beberapa hari yang lalu diasingkan oleh Jepang.<br />Chaerul dan Adel menjelaskan maksud mereka dalam bahasa Belanda, dan menawarkan rumah lain yang lebih layak, walau tidak berhalaman luas. Serta-merta sang nyonya marah-marah dan mengatakan tidak akan keluar dari rumah itu apa pun yang terjadi. Mereka tidak melayani, karena maklum dengan kondisi kejiwaan sang nyonya: suami baru diasingkan, lalu rumah kesayangan mau diambil.<br />Saat melapor pada Shimizu, Chaerul mengusulkan agar pemindahan nyonya itu dilakukan melalui pemerintah, dan nyonya tersebut diberi ganti rugi rumah yang layak. Seminggu kemudian rumah itu berhasil dikosongkan, dan sang nyonya dipindahkan ke sebuah rumah bertingkat di Jalan Lembang. Semenjak itu, mulailah Bung Karno dan Ibu Fatmawati menempati rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56 itu sebagai kediaman resmi.<br />Setelah berhasil mendapatkan rumah itu, hubungan Chaerul dengan Bung Karno dan Ibu <a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYPsnlcpZUirZm0uFHDtYNBt_FAYJ_6ye9qfwJ1msWY2MRxgxdq5UIzP4vFgcDAulGaqZ19JY3CRAF-aqH-fkDl86BmBWDFB1rLjoujM77T-bEt1dp4o8u5GF1ZIIr8DcRZRqQu9u2OE/s1600-h/Chaerul+Basri.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5295528886998371938" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 129px; CURSOR: hand; HEIGHT: 184px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsYPsnlcpZUirZm0uFHDtYNBt_FAYJ_6ye9qfwJ1msWY2MRxgxdq5UIzP4vFgcDAulGaqZ19JY3CRAF-aqH-fkDl86BmBWDFB1rLjoujM77T-bEt1dp4o8u5GF1ZIIr8DcRZRqQu9u2OE/s320/Chaerul+Basri.JPG" border="0" /></a>Fatmawati menjadi semakin dekat. Chaerul kenal dengan Ibu Fatmawati pertama kali di atas feri yang membawanya dari Tanjung Karang menuju Merak. Perkenalan itu atas jasa sahabatnya, Semaun Bakri, yang ditugaskan Bung Karno untuk menjemput Ibu Fatmawati dari ke Tanjung Karang.<br />Waktu itu, Ibu Fatmawati belum memakai nama Fatmawati. Semaun berbisik pada Chaerul bahwa Fatmawati akan mendampingi Bung Karno di Jakarta setelah berpisah dengan Ibu Inggit. Fatmawati masih berkerudung dan memakai pakaian ala Sumatera.<br />Chaerul tercatat pernah menjalani kehidupan militer dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal (Purn). Selain itu, ia pernah menjabat Sekjen Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi (Depnakertranskop) tahun 1966-1979 dan sebagai Ketua Bidang Sosial Budaya dan Kesejahteraan di Markas Besar Legiun Veteran RI.<br />Sementara itu, seperti juga Chaerul, Adel Sofyan masuk ke dunia militer, mulai dari BKR (Badan Keamanan rakyat), TKR (Tentara Keamanan Rakyat), sampai menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Karirnya di angkatan bersenjata tercatat sebagai Kepala Staf Resimen 6 Cikampek, Brigade Kiansantang, Divisi Siliwangi. Namun, konflik internal yang terjadi di tubuh angkatan bersenjata pada tahun 1946 sempat mengakibatkan pertumpahan darah.<br />Adel Sofyan beserta Komandan Resimen VI, Letkol Soeroto Kunto, hilang diculik pada November 1946, dan tidak pernah diketahui lagi nasibnya. Kecurigaan kuat, penculikan dilakukan oleh pihak Laskar Rakyat. Hal ini berbuntut panjang. Pada tahun 1947, tentara pemerintah menumpas Laskar Rakyat di Karawang.***<br /><div align="center"><br /><span style="font-size:85%;">Ditulis oleh: © Syaiful Azram, Paskibraka 1978,</span></div><div align="center"><span style="font-size:85%;">untuk </span><a href="http://www.blogger.com/ForumPaskibraka.blogspot.com"><span style="font-size:85%;">ForumPaskibraka.blogspot.com</span></a></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-62006074213261123462009-01-14T21:14:00.000-08:002009-01-14T21:17:39.410-08:00Kisah Dua Carik Kain Merah dan Putih<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD0A73ahNx9lXjvVV_LZfcbY78w-E-v-cjNr-jSJoZDBqQ8A0dI3Yl49xE42Fq33QeAuXkVADGSWuIkKphIUn_6T0Gqb7q9MLxQk-wleo3ZHlvTHrzoRKj_QsFc4bgcnSxQLbhXFdvVR4/s1600-h/BK+dan+Ibu+Fat+&+Guntur.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5291385180159908962" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 320px; CURSOR: hand; HEIGHT: 238px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgD0A73ahNx9lXjvVV_LZfcbY78w-E-v-cjNr-jSJoZDBqQ8A0dI3Yl49xE42Fq33QeAuXkVADGSWuIkKphIUn_6T0Gqb7q9MLxQk-wleo3ZHlvTHrzoRKj_QsFc4bgcnSxQLbhXFdvVR4/s320/BK+dan+Ibu+Fat+%26+Guntur.jpg" border="0" /></a> Tak banyak cerita yang selama ini terungkap tentang bendera pusaka. Sebagian besar orang bilang kalau bendera berukuran 2x3 meter itu dijahit dengan tangan oleh Ibu Fatmawati. Tapi, dalam sebuah pameran foto yang diselenggarakan oleh keluarga Bung Karno, diperlihatkan kalau Ibu Fat menjahit bendera itu dengan sebuah mesin jahit.<br />Entah mana yang benar, yang pasti bendera hasil jahitan Ibu Fat itulah yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan RI dibacakan oleh Soekarno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Cerita tentang sebelum bendera itu dijahit, hampir tidak pernah diketahui orang.<br />Tetapi nanti dulu… Ini ada kisah dari penuturan pelakunya sendiri tentang dari mana Ibu Fat mendapatkan kain untuk membuat bendera pusaka.<br />Pada 1944, Jepang telah menjan­jikan kemerde­­kaan untuk Indonesia. Bendera Me­rah Putih sudah diizinkan untuk diki­bar­kan dan lagu Indonesia Raya boleh diku­man­dang­kan di seluruh Nu­san­tara. Ibu Fat, istri Bung Kar­no “Sang Prok­lamator”, termasuk orang yang bingung karena tidak punya bendera untuk dikibarkan di depan rumahnya, Jalan Pegang­saan Timur 56 Jakarta, bila nanti kemerdekaan diproklamasikan.<br />Membayangkannya memang sulit. Saat sebagian rakyat Indonesia tak punya pakaian dan memakai kain karung, Ibu Fat perlu kain berwarna merah dan putih untuk membuat bendera. Kain saat itu adalah barang langka, apalagi barang-barang eks impor semuanya masih dikuasai Jepang. Kalau­pun ada di black market (pasar gelap), untuk mendapatkannya harus diam-diam.<br />Ibu Fat kemudian memanggil seo­rang pemuda bernama Chaerul Basri. Sang pemuda di­min­tanya untuk menemui pembesar Jepang bernama Shimizu yang dipastikan dapat membantu mencarikan kain merah-putih itu. Shimizu (masih hidup di Jepang dalam usia 92 tahun pada 2004) adalah orang yang ditunjuk pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia tahun 1943. Kedudukan/jabatan resminya saat itu adalah pimpinan barisan propaganda Jepang yaitu Gerakan Tiga A.<br />Shimizu yang politikus, tidak seperti orang Jepang lain­nya yang selalu bertindak kasar atas dasar hubungan keku­asaan. Shimizu rajin mende­ngarkan unek-unek, pikiran dan pendirian pihak Indonesia. Karena itu, ia lebih diang­gap ”teman” oleh dan mudah diterima di berbagai kalang­an, apa­lagi dengan kemampuan bahasa Indonesianya yang lumayan, meski masih terpatah-patah.<br />Memang benar, Shimizu dapat membantu Chaerul. Kain merah dan putih yang dibutuhkan Ibu Fat diperoleh melalui pertolongan pembesar Jepang lain yang mengepalai gudang di bilangan Pintu Air, di depan eks bioskop Capitol. Cerita itu terasa amat sepele dan tak pernah diingat-ingat oleh Chaerul maupun Shimizu.<br />Tahun 1977, Shimizu ber­kunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soeharto, Malam harinya, Shimizu mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh Indonesia yang pernah dikenalnya di zaman Jepang. Pada malam itulah, Ibu Fat menjelaskan kepada Shimizu bahwa bendera Merah Putih yang dikibarkan pertama kali di Pegangsaan Timur 56 dan pada hari Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 —yang se­karang dikenal dengan Bendera Pusaka— kainnya berasal dari Shimizu.<br />Ke­nyataan ini begitu mem­bang­gakan buat Chaerul maupun Shimizu, yang tak menyangka bila apa yang mereka lakukan begitu be­sar artinya untuk bangsa Indonesia sampai saat ini.<br /><br /><div align="center">Ditulis oleh: © Syaiful Azram, Paskibraka 1978</div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-45222904771623852372009-01-14T20:33:00.000-08:002009-01-14T20:38:22.233-08:00Dicari: Orang Ketiga !<div align="left"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsrFZq6ysEm6FLtC-nskIMiwAjBFaWt2nRwVfESk-NNyIxKCULAYyM8h1m6kGFPmzVgYE3USrVIezzBskgyloD7vT4vQnuMEKT4RgPHdCdm2ubuF8nAis0uRRgmXPiXBiEGE4IQnTVPds/s1600-h/Mutahar+kecil.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5291371430645058546" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 140px; CURSOR: hand; HEIGHT: 191px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsrFZq6ysEm6FLtC-nskIMiwAjBFaWt2nRwVfESk-NNyIxKCULAYyM8h1m6kGFPmzVgYE3USrVIezzBskgyloD7vT4vQnuMEKT4RgPHdCdm2ubuF8nAis0uRRgmXPiXBiEGE4IQnTVPds/s320/Mutahar+kecil.JPG" border="0" /></a> Suatu kali, pada tahun 1993, saya dan beberapa teman Paskibraka 1978, pernah bertanya ke­pada Kak Husein Mutahar: ”Apakah pada saat mencetuskan ga­gasan Pas­kibraka tahun 1946, Kakak per­nah berpikir nanti­nya akan ada ribuan alumni dan me­re­ka akan dijadikan apa?” </div><div align="left"> </div><div align="left">Kak Mut mendadak sontak kaget dan men­jawab, ”<span style="color:#3333ff;">Tidak, tidak pernah</span>. Saya hanya ber­pikir bahwa kalianlah para pe­muda yang akan menjadi penerus bang­sa. Kalian adalah simbol manusia masa depan yang pantas diberi tang­gung ja­wab itu. Kalau sekarang kalian merasa menjadi korban impian saya karena tidak men­dapat tempat yang semestinya, itu semua salah saya. Saya pantas merasa ber­­salah.”<br /></div><div align="left"> </div><div align="left">Kak Mutahar sebenarnya tak perlu me­rasa bersalah, karena melahirkan gagas­an cemer­lang Paskibraka saja sudah le­bih dari cukup pada saat itu. Tugas o­rang-orang sesu­dah­nyalah untuk mene­rus­kan gagasan itu menjadi sebuah kerja pem­binaan yang berkesinam­bungan.<br />Tahun 1973, apa yang tak terpikirkan Kak Mut itu direspon dengan sigap oleh seorang ”adiknya” dari Kepanduan (Pra­muka), yaitu Kak Idik Sulaeman. </div><div align="left"> </div><div align="left">Kak Idik yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pengem­bangan & Latihan di Departeman P&K terdorong untuk menyempurnakan konsep pela­tihan yang disusun Kak Mut saat menjabat Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan Pramuka) Departemen P&K tahun 1966-1968. Maklum, Idik memang salah satu orang dekat yang selalu berada di sisi Kak Mut sejak kelahiran Pasukan Penggerek Bendera Pusaka pada tahun 1968.<br /></div><div align="left">Idik lalu menyusun sebuah kon­sep lengkap Pelatihan Paskibraka dari yang sebelumnya telah diuji­co­bakan pada 1966-1967 dan terus digunakan sampai 1972, yakni ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Bukan itu saja, ia pun merancang hampir seluruh pe­rang­kat pelatihan itu: mulai dari men­cip­takan nama baru Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), pakaian sera­gam, sampai lambang korps Paski­braka, lambang anggota Paskibraka dan atribut-atribut tanda Pengukuhan. </div><div align="left"> </div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW40H2x7iQE3ST9BerHELlQxc8VK-XRK246is-WNzy7G9gfoRU7YfZ9WnSkePaY-YgR9b086sFW0oz9-BBuwrpMQQvDpQs-HjR68edG9IlFmkjWqh7InROLD0hnL9vd19ruM4KgapBRqk/s1600-h/Idik+kecil.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5291371676906345458" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 131px; CURSOR: hand; HEIGHT: 186px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW40H2x7iQE3ST9BerHELlQxc8VK-XRK246is-WNzy7G9gfoRU7YfZ9WnSkePaY-YgR9b086sFW0oz9-BBuwrpMQQvDpQs-HjR68edG9IlFmkjWqh7InROLD0hnL9vd19ruM4KgapBRqk/s320/Idik+kecil.JPG" border="0" /></a>Suatu saat, saya pernah pula memuji Kak Idik bahwa ”konsep kedua” dari Pas­kibraka yang dilahirkannya berkesan amat dalam bagi setiap anggota Pas­kibraka. Kak Idik tersenyum dan hanya menjawab singkat, ”<em><span style="color:#3333ff;">It’s just a game!”</span></em> </div><div align="left"><br />Kak Idik benar. ”Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila” hanyalah se­buah ”perma­inan”. Sebuah simulasi yang memberikan kesempatan pada setiap orang yang diajak bermain untuk me­nemukan sendiri siapa dirinya, apa pe­rannya dan apa yang pantas dilaku­kan­nya untuk bangsa dan negaranya. </div><div align="left"><br /></div><div align="left">Permainan kecil itu kelak menjelma menjadi se­buah permainan lain dengan perta­ruhan sangat besar ketika para Purna Paskibraka memasuki arena yang se­sungguhnya di kehidupan. Ada yang mampu melewatinya dengan meman­faatkan simulasi yang pernah dijalani­nya sehingga berhasil mencapai apa yang dicita-citakannya dan diharapkan para pembinanya. Namun, ada pula yang melupakan­nya dan hanyut dengan ”permainan” lain. Mereka inilah orang-orang yang kehi­lang­an jiwa Paskibraka.<br /></div><div align="left">Tak ada yang perlu disesali, karena konsep pembi­na­an Paskibraka memang diarahkan untuk menciptakan individu-individu yang baik. Setelah itu, terserah dia sendiri: apakah mau menjadikan diri­nya baik (se­hing­ga keluarganya baik, kelompoknya baik, masyarakatnya baik dan bangsanya ba­ik), atau sebaliknya. ”<strong><em><span style="color:#cc0000;">It’s just a game!</span></em></strong>”<br /></div><div align="center">***<br /></div><div align="left">Dalam perjalanan sejarah Paskibraka, dua nama —Husein Mutahar dan Idik Sulaeman— telah menjadi tonggak uta­ma dalam hal konsep. Sosok lainnya, terca­tat menjabarkan konsep besar itu dalam apli­kasinya, semisal Kak Dhar­minto Surapati yang sangat ahli di la­pangan dan tatacara penghormatan ter­ha­dap bendera, atau Kak Soebedjo dan Bunda Boenakim yang begitu berwi­bawa dan anggunnya di asrama. </div><div align="left"><br />Munculnya gagasan Kak Mutahar ten­tang Paskibraka (1946), sampai penciptaan se­ca­ra utuh wujud Paskibraka dari Kak Idik (1973), membutuhkan rentang waktu 27 tahun. Dengan mengguna­kan statistik deret hitung sederhana, 27 tahun ke­mu­dian yakni pada tahun 2000, seharusnya telah muncul sebuah konsep baru yang meru­pakan lanjutan dari dua konsep yang telah ada. </div><div align="left"><br />Pertanyaan untuk itu tentu sesederha­na per­tanyaan saya pada Kak Mu­ta­har di awal tadi: ”Mau dikemanakan ribuan Purna Paski­braka yang sudah ada?” atau ”Apa yang harus dikerjakan oleh ribuan Purna Paskibraka yang kini ada?” </div><div align="left"><br />Waktu tenggat atau <em>deadline</em> memang telah terlewati. Bukan sebentar, tapi 8 tahun, saat Paskibraka telah melewati ulang ta­hun­nya yang ke-40 pada Agustus 2008. Sementara itu, para Purna Paski­braka masih tetap menjadi ”tulang-tulang yang berserakan”, bukan sebuah ”rang­ka” yang kokoh untuk berdiri saling me­no­pang dan menghasilkan sesuatu yang lebih berarti bagi sesamanya. </div><div align="left"><br />Secara sporadis, memang banyak komunitas Paskibraka berbasis kedaerahan yang melakukan berbagai aktivitas. Namun, hampir seluruhnya hanya sebatas menjadi pelaksana pada saat kegiatan persiapan pengibaran bendera menjelang 17 Agustus. Lebih dari itu, nyaris tidak ada. </div><div align="left"><br />Organisasi yang menyebut diri sebagai wadah resmi alumni Paskibraka yakni Purna Paskibraka Indonesia (PPI), pun belum terlihat mempunyai visi dan misi jauh ke depan untuk mengisi kekosongan itu. Program kerja organisasi ini masih sangat “jangka pendek”, lima-tahunan saja, atau sebatas umur kepengurusan. Lebih dari itu, urusan pengurus berikutnya. Soal masa depan Paskibraka, kapan-kapan saja dipikirkan. </div><div align="left"><br />Untuk itulah, mungkin saat ini dibutuh­kan ”o­rang ketiga” dengan kualifikasi se­ka­liber Husain Mutahar dan Idik Sulae­man. Orang yang mam­pu menciptakan konsep lanjutan pembinaan dan pemberdayaan Purna Paskibraka. Atau kalau orang tersebut tidak ada, bolehlah digantikan dengan sekelompok Purna Paskibra­ka yang bersama-sama menghasilkan sebuah pemikiran baru yang segar dan berguna. Boleh sia­pa saja, tepuk dada tanya selera, dan sila­kan acungkan tangan sekarang juga! </div><div align="center"><br /><span style="font-family:arial;font-size:85%;">Ditulis oleh: © Syaiful Azram, Paskibraka 1978</span></div>Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6054328449490775916.post-34302279287228389072009-01-03T22:52:00.000-08:002009-01-14T02:19:03.122-08:00Selamat Datang di Forum Paskibraka<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHlICjRsvXSn_1ycX00NW5hbu9ewEzCl0vCMyEoDf140ytMdHc9fpi_D0en3_Ritc0Sc3Zni0VQNoQ3cyih9ze8TA7tNOe3N03sYQDYl53Hw5lhwDImVUD9LThLxupbksaUOkTUxwCnys/s1600-h/Paski+1995+-+Kelompok+8.JPG"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5287343847798279794" style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 170px; CURSOR: hand; HEIGHT: 126px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHlICjRsvXSn_1ycX00NW5hbu9ewEzCl0vCMyEoDf140ytMdHc9fpi_D0en3_Ritc0Sc3Zni0VQNoQ3cyih9ze8TA7tNOe3N03sYQDYl53Hw5lhwDImVUD9LThLxupbksaUOkTUxwCnys/s320/Paski+1995+-+Kelompok+8.JPG" border="0" /></a> Salam Paskibraka!!<br /><br />Blog ini sengaja saya buat untuk wadah tempat bertemunya kakak-kakak dan adik-adik Purna Paskibraka, yakni orang-orang yang sangat saya hormati dan sayangi. Ribuan, bahkan katanya ada jutaan orang, yang merasa dirinya bagian dari korps Paskibraka, yang sampai kini merasa belum terwadahi aspirasinya.<br /><br />Saya membuat blog ini bukan untuk menyaingi blog-blog yang ada, apakah itu blog resmi milik pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Nasional maupun daerah. Saya hanya seorang Paskibraka yang "ingin berbagi" dengan sesamanya. Selama ini, saya lebih banyak menyalurkan suara hati saya di Bulletin Paskibraka 1978 milik korps tercinta, angkatan saya, Paskibraka Nasional 1978.<br /><br />Namun, karena peredarannya sangat terbatas, saya coba menduplikasi bulletin itu dalam format blog dan di sinilah saya ingin menyampaikan gagasan-gagasan saya. Mudah-mudahan, keberadaan blog ini bisa diterima. Respon dari kalian semua selalu saya nantikan. Siapa tahu, komentar dan tanggapan-tanggapan itu nantinya beberi inspirasi baru bagi saya untuk memberikan masukan bagi kebaikan korps kita di masa datang.<br /><br />Wasalam,<br /><br /><span style="FONT-WEIGHT: bold">Syaiful Azram</span><br />Paskibraka nasional 1978Adminhttp://www.blogger.com/profile/07318057467940518620noreply@blogger.com0