Selama 33 tahun, memang tak banyak kenangan yang bisa aku catat dari seorang Sinyo Mokodompit. Maklum, kalau tak salah, sama dengan teman-teman yang lain, tak satu pun yang pernah bertemu muka dengannya setelah usai Latihan Paskibraka Nasional 1978. Beberapa di antaranya pernah berkomunikasi lewat telepon atau SMS, atau sekadar chatting dan bertukar komentar lewat Facebook. Sampai tiba-tiba, Senin 5 Desember 2011, anak sulung Sinyo, Inez, mengirim kabar bahwa ayahnya telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada hari itu pukul 08.40 WIB. Inna lillahi wainna ilaihi raajiuun...
Kekagetanku tentu saja wajar, apalagi 10 hari kemudian ia baru saja akan memperingati ulangtahun yang ke 52. Sebuah usia yang — katakanlah — masih belum cukup tua untuk meninggalkan dunia. Sebuah usia yang biasanya menjadi puncak kehidupan seorang manusia. Tapi, kuasa Ilahi mengatakan lain, karena mungkin menganggap lebih baik Sinyo dipanggil sekarang. Wallahu a’lam, semoga arwahnya diterima di sisi Allah dengan tenang dan tenteram.
Sejak 1991, Paskibraka78 memang telah melacak kembali seluruh anggotanya dengan berbagai cara. Salah satunya, menerbitkan buletin lalu mengirimkannya ke alamat “dahulu kala”. Dari upaya itu, pada Reuni Pertama 1994, telah berhasil ditemukan 30 orang lebih dan 21 di antaranya telah datang, berkumpul kembali di Jakarta. Tapi tidak termasuk Sinyo. Aku pun tak tahu, di mana dia saat itu.
Sinyo baru “tertangkap” lagi sebagai warga Paskibraka78 yang tadinya hilang pada tahun 2007, ketika 23 Juli 2007 pukul 10.40 WIB, HP-ku berdering. Suaranya yang besar menggelegar serta merta membuatku segera mengenalinya. ”Masih ingat kan? Di sebelah kanan ada Gde, di kiri ada kamu, yang di tengah siapa?” tanyanya sambil cuap-cuap soal posisi kami di Kelompok 8.
“Limapuluh empat orang aku masih hafal posisinya dalam formasi, Bung. Mana mungkin orang lain, ya si Sinyo jelek itulah,” jawabku untuk membuatnya senang.
Sinyo memang memilih aku untuk dihubunginya pertama kali, mengingat kedekatan kami di dalam pasukan. Dia khawatir kalau-kalau teman yang lain lupa padanya. Padahal, siapa tidak bakal bisa lupa pada teman seangkatannya dalam Latihan Paskibraka.
Begitulah, pagi itu ia melaporkan melaporkan keberadaan dirinya selama 29 tahun tidak berkomunikasi (dia mengaku tidak hilang). Dulu sekali, tahun 1993, ia mengaku pernah menerima buletin, tapi dia belum sempat membalas dengan surat, atau telepon. “Begitulah, Pul. Memang ada waktunya kita tidak bisa menjawab ketika disapa teman,” katanya membuat aku penuh tanda tanya.
Ketika beberapa waktu kemudian Sinyo mengirimkan surat berisi berlembar-lembar tulisan dan biodata, aku baru tahu berada di mana ia saat teman-teman 78 reuni. Alkisah, ia melanjutkan kuliahnya di Makassar seusai SMA. Setelah tamat, ia kembali ke kotanya, Toli-toli, dan menjadi pengacara. ”T api cuma lawyer di kota kecil, jadi bukan orang kaya,” katanya tergelak.
Dan, dalam biodata terkuak bahwa ketika teman-teman Paskibraka78 lain sibuk saling melacak, Sinyo justru sibuk melacak “pekerjaan” alias “job hunter” sebelum akhirnya benar-benar menjadi pengacara pada tahun 1993.
Sinyo lalu bilang, di tahun 2000-an ia pernah (bukan sering) beberapa kali ke Jakarta untuk urusan pekerjaan, tapi tidak tahu akan mencari siapa temannya yang bisa dihubungi. Barangkali dia lupa kalau saat itu masih ada PGM yang bisa ditanyai soal keberadaan teman-temannya, karena sejak 1990, beberapa Purna Paskibraka 78 sudah mulai “bergerak” di Jakarta. Setelah memutuskan telepon denganku, hari itu ia pun mulai mengabsen teman-teman lain: Tatiana, Budihardjo, Sonny, Chelly, Saras, dst, dst.
Semenjak itu, komunikasi dengan Sinyo terus berlangsung, sebagaimana juga antar teman-teman 78 lain yang sudah diketahui alamatnya, atau nomor telepon, HP, dan account Facebook-nya. Terakhir, ketika Paskibraka78 akan mengadakan Reuni ke-4 di Yogyakarta (25-27 November 2011), ia masih dihubungi untuk diajak ikut berkumpul.
Saras, yang paling getol menghubunginya mengaku terkejut, ketika di-SMS untuk menyaksikan siaran Trans TV —yang kebetulan sekilas menampilkan Reuni Paskibraka 78— yang menjawab SMS justru anaknya, Inez, yang menyebutkan ayahnya sudah tiada.
Terlihat begitu gagah dalam album foto-fotonya di Facebook, Sinyo diketahui mengalami gagal ginjal sejak bulan Maret 2011. Manurut Saras, sejak itu ia sering masuk-keluar rumah sakit. Dan terakhir, masuk rumah sakit lagi selama satu bulan dan tidak keluar lagi sampai meninggal dunia.
Dalam catatan karirnya, selain sebagai pengacara, Sinyo juga menjadi Dosen (sejak 1999), bahkan Pembantu Rektor di Universitas Madako Toli-toli. Dalam kiprahnya di bidang hukum, ia pun tercatat sebagai staf ahli di DPRD Kabupaten Toli-toli (sejak 2001), dan konsultan hukum Setda Kab. Toli-toli (sejak 2005).
Dalam kegiatan organisasi, ia pernah menjadi Pengurus PMII Cab. Makasar (1980-1989), Pengurus PDI Makasar (1982-1990), Pengurus PDI Toli-toli (1991-1996), Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Cabang Toli-toli (1992-2007), dan Sekretaris DPC Partai Demokrat Toli-toli (sejak 2006-2011).
BIODATA
Nama : Sinyo Mokodompit, SH, MH
Lahir : Belang (Minahasa), 15 Desember 1959
Agama: Islam
Rumah: Jl. Magamu 99A Toli-toli 94514, Telp. 0453-23090, HP. 081354476567 - 085241176666.
Pakerjaan/Jabatan : Advokat-Kons. Hukum/Dosen
Kantor : LBH Univ. Madako, Jl. Madako No. 1 Toli-toli. Telp. 0453-21582
Nama Anak:
1. Bungai Ghina Inayatillah (24-07-89)
2. Nakinta Mentari Istiqomah (06-12-1993)
3. Kibar Jati Merdeka Hidayatullah (26-12-1995)
Pendidikan : SD II Kotamobagu Sulut (1972), SMPN 1 Kotamobagu (1975),
Pekerjaan: Job Hunter (1989-1992), Advokat (1993-2011), Dosen Univ. Madako (1999-2011), Staf Ahli DPRD Kab. Toli-toli (2001-2011), Konsultan Hukum Setda Kab. Toli-toli (2005-2011).
Organisasi: Pengurus PMII Cab. Makasar (1980-1989), Pengurus PDI Makasar (1982-1990), Pengurus PDI Toli-toli (1991-1996), Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI) Cabang Toli-toli (1992-2011), Sekretaris DPC Partai Demokrat Toli-toli (2006-2011).
No comments:
Post a Comment