Monday, January 26, 2009

Paskibraka, Berawal dari Sebuah Gagasan

Kelahiran sebuah korps yang kelak (dengan bangga) menyebut dirinya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) sebenarnya terjadi secara tidak disengaja. Beberapa hari menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI yang pertama, Presiden Soekarno memberi tugas kepada salah satu ajudannya, Mayor M. Husein Mutahar, untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1946, di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Mutahar, yang dikenal punya rasa kebangsaan sangat kental (ditandai dengan lagu-lagu ciptaannya seperti Hari Merdeka dan Syukur), segera memenuhi permintaan Bung Karno. Acara pun disusun satu persatu, mulai dari pembacaan naskah Proklamasi. Namun, tiba-tiba Mutahar teringat akan sesuatu. Menurut dia, rasa cinta Tanah Air, persatuan dan kesatuan bangsa wajib dilestarikan kepada generasi penerus. “Tapi, simbol-simbol apa yang bisa digunakan?”
Melalui materi yang akan dipakai pada upacara itu, Mutahar memilih pengibaran bendera (pusaka). Dalam benaknya, pengibaran lambang negara itu memang sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia (seperti juga pada tahun 1945).
Tanpa buang waktu, ditunjuknya lima pemuda (terdiri dari tiga putri dan dua putra) untuk menjadi pelaksana pengibaran bendera. Lima orang itu, dalam pikiran Mutahar adalah simbol dari Pancasila. Salah satu pengibar bendera pusaka pada 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi, pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta.
Dari pengalaman pertama tahun 1946 itu, Mutahar menganggap apa yang dilakukannya sudah tepat. Bung Karno pun tidak memprotes keputusan yang diambil Mutahar untuk menyerahkan tugas pengibaran bendera pusaka kepada para pemuda. Berturut-turut, pada tahun 1947 dan 1948, pengibaran bendera oleh lima pemuda asal berbagai daerah itu terus dilestarikan.
Pada akhir tahun 1948 Bung Karno serta beberapa Pemimpin sempat ditangkap Belanda dan diasingkan ke Parapat (Sumatera Utara), lalu dipindahkan ke Muntok (Bangka). Saat itu, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Husein Mutahar dari sitaan Belanda, bahkan dikirimkan ke Bangka dengan cara yang rumit dan sulit.
Tanggal 6 Juli 1949, Bung Karno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka dengan membawa serta bendera pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
Seusai penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan lndonesia pada 27 Desember 1949 di Den Haag (Konferensi Meja Bundar), Ibukota Republik Indonesia dikembalikan ke Jakarta. Pada 17 Agustus 1950, pengiabran bendera pusaka dilaksanakan di halaman Istana Merdeka Jakarta. Husein Mutahar tidak lagi terlibat, karena regu-regu pengibar bendera pusaka diatur oleh Rumah Tangga Kepresidenan RI. Pada kurun waktu tersebut, pada pengibar kebanyakan diambil dari unsur pelajar atau mahasiswa yang ada di Jakarta.
Meski hanya empat kali (1946-1949), pengibaran bendera pusaka di yogya oleh lima pemuda mewakili daerah yang digagas Husein Mutahar telah menjadi tonggak untuk menopang kelahiran Paskibraka. Dan, cita-cita Mutahar mengumpulkan pemuda dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka itu, kelak terwujud juga tahun 1968…


Ditulis oleh © Syaiful Azram, Paskibraka 1978
Untuk
http://forumpaskibraka.blogspot.com

No comments:

Post a Comment